%A MUH. SYAFIK - NIM. 03541453-02 %O Pembimbing I : Dr. M. Amin, Lc., M.A. ; Pembimbing II : Dr. Munawwar, M.Si. %T RELASI SOSIAL ULAMA NU DAN MUHAMMADIYAH PEKALONGAN DALAM PROSES PASCA PILKADA (STUDI KASUS GAMBAR MESUM QOMARIYAH-PONTJO) %X Kasus menarik muncul dari gegap gempita perhelatan Pilkada langsung perdana Kabupaten Pekalongan 2006. Menjelang momentum pemilihan, publik dikejutkan oleh peredaran gambar-gambar tak senonoh dengan dua aktor yang berwajah mirip dengan Dra. Qomariyah, M.A, dan Ir. Wahyudi Pontjo, M.T, pasangan kandidat Bupati-Wakil Bupati Pekalongan. Awalnya mayoritas masyarakat mengasumsikannya sebagai upaya fitnah dan character assasination terhadap figur Qomariyah-Pontjo. Tak ayal keduanya malah sukses memenangkan Pilkada dan memimpin Kab. Pekalongan. Namun perkembangan persidangan perkara gambar mesum seolah membenarkan muatan gambar (perselingkuhan). Kontroversi sosial politik berkembang. Integritas moral Bupati-Wabup dipersoalkan. Uniknya sebagai kota SANTRI dengan penduduk hampir 100 % memeluk Islam, masyarakat, termasuk elit keagamaannya (ulama), tampak tidak cukup memedulikan perkara ini,. Dua ormas Islam terbesar di Pekalongan yaitu NU dan Muhammadiyah pun tidak berikhtiar melakukan klarifikasi secara terbuka. Karenanya, penelitian ini mencoba menguak bagaimana pola relasi sosial ulama NU dan Muhammadiyah pasca munculnya tuduhan tindak amoral. Juga menyibak faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan tindakan sosial mereka atas kasus ini. Riset ini mengkaji pemikiran dan tindakan sosial politik individu yang bersifat intrasubyektif dan intersubyektif dari aksi dan interaksi sosial. Metode riset adalah kualitatif dengan teknik analisis mikroskopik. Teori yang digunakan sebagai landasan analisis ialah kombinasi antara teori relasi Islam dan politik dengan relasi ulama dan politik (pemerintah) dalam kerangka interaksionisme simbolis. Riset ini menemukan variasi relasi sosial ulama NU dan Muhammadiyah Pekalongan terdiversifikasi dalam lima pola: 1) Antagonistis (menolak-pasif, kritis); 2) Reseptif (mutlak menerima, semiliberal)); 3) Konservatif berbasis primordial (inkar kasus-mendukung penuh, integratif); 4) Pasif konstitutif (pasrah kepada konstitusi, strategis); dan 5) Pasif Antagonistis (hati-hati dan menolak bersyarat). %K Relasi Sosial, Ulama, NU, Muhammadiyah %D 2008 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %L digilib1323