@phdthesis{digilib13494, month = {June}, title = {UPAH PEKERJA/BURUH PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM }, school = {UIN SUNAN KALIJAGA}, author = {NIM. 09360023 HERI SETIAWAN }, year = {2014}, note = {PEMBIMBING: Drs. H. FUAD ZEIN, M.A SRI WAHYUNI, S.Ag., M.Ag., M.Hum }, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13494/}, abstract = { Problematika ketenagakerjaan sepanjang masa selalu memunculkan permasalahan baru, dari masalah perlindungan, pengupahan, kesejahteraan dan pengawasan ketenagakerjaan. Di antara masalah tersebut salah satu yang sangat krusial adalah masalah pengupahan. Jumlah upah yang diinginkan para pekerja/buruh sering kali bertentangan dengan kehendak perusahaan, seandainya pemerintah tidak campur tangan pasti sebuah tatanan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi akan dikuasai oleh kapitalis. Jalan yang ditempuh untuk menjamin agar upah tetap pada tingkat yang diinginkan pekerja/buruh dan pengusaha, maka terbit aturan tentang upah minimum. Konsep upah minimum tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan pekerja/buruh. Melalui aturan tersebut diharapkan upah pada tingkatan yang layak dapat terjaga. Dalam Islam memandang upah adalah hal yang sangat penting karena masuk dalah ranah d\}aru{\ensuremath{>}}riyat. Dalam upah, Islam selalu menjunjung tinggi akad atau kesepakatan antara pekerja/buruh dan majikan, namun sebagai pihak yang lebih kuat majikan dilarang memberi upah yang tidak dapat mencukupi minimal kebutuhan pokoknya. Ukuran upah yang bisa dikatan layak mencakup berbagai aspek, bukan sekedar jumlahnya, tetapi ada aspek lain yang tidak kalah penting. Untuk itu perlu adanya pembahasan yang komprehensif dalam menjelaskan upah yang layak. Dalam penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, dan bersifat deskriptif yang bertujuan membandingkan antara hukum positif dan hukum Islam tentang standar upah yang layak. Data yang digunakan berupa ketentuan undang-undang dan peraturan menteri dan buku-buku tentang standar upah yang layak. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan dalil al-Qur?an dan hadis serta pendapat ulama dan buku-buku tentang standar upah yang layak. Maka terlihat bagaimana standar upah yang layak dari kedua hukum tersebut. Dari hasil penelitian ini terdapat perbedaan antara hukum positif dan hukum Islam tentang standar upah yang layak untuk pekerja/buruh. Dalam hukum positif ukuran nominal upah yang dikategorikan layak adalah dengan melihat regulasi upah minimum yang telah ditetapkan pemerintah, karena upah tersbut diterbitkan berdasarkan komponen hidup layak. Jadi upah yang layak dapat diartikan upah yang dapat menembus atau mencukupi komponen hidup layak. Sedangkan dalam hukum Islam upah layak dapat diukur dengan melihat tiga hal, yaitu nilai upah, bentuk upah dan ketepatan waktu dalam membayar upah. Jika ketiga hal tersebut tidak dipenuhi maka upah nilai kelayakan upah akan berkurang, bahkan hilang. } }