TY - THES N1 - Dr. Hamim Ilyas, M.A., ID - digilib1395 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1395/ A1 - MUHAMAD HARSONO, NIM. 03350105 Y1 - 2008/10/16/ N2 - ABSTRAK Pernikahan merupakan ekspresi percintaan yang paling beradab. Akan tetapi, dua insan yang memiliki keyakinan yang berbeda tidak memilikki kesempatan untuk mewujudkan impiannya. Atas nama Agama, perkawinan yang dilakukan antar insan yang berbeda keyakinan itu pun dicap haram. Tak pelak, perkawinan menjadi simbol antagonisme. Semua itu hanya karena satu sebab yaitu beda agama. problem krusial bagi pasangan beda agama yang secara serius hendak menempuh pernikahan biasanya adalah keterjepitan di antara dua kutub ekstrem: pernikahan sebagai hak privat dengan stigmatisasi keharaman nikah beda agama plus resistensi birokrasi. Akibatnya, banyak pasangan suami istri beda agama sering melakukan hi lah (manipulasi hukum) dan bersikap ambivalen dan hipokrit sekadar untuk lolos dari jebakan birokrasi pencatatan perkawinan. Pada dasarnya permaslahan seputar larangan pernikahan beda agama bersumber pada bentuk penafsiran, yang didasarkan pada Q.S al-Baqarah (2) : 221, yang menghegemoni para penafsir dengan jalan pemahaman teks secara taken for granted (mengambil apa adanya) tanpa melihat permasalahan yang ada, hanya dikarenakan kesakralan suatu Teks (dangan T besar), sehingga term musyrikat menjadi bagian dari antagonitas ideologi yang selalu mengidolakan (truth claim) dengan menganggap yang lain adalah salah. Namun kita juga tidak bisa menyalahkan pada penafsir, karena setiap penafsir merupakan zeit geist (anak dari zamannya). Di sisi lain ada juga yang secara discource membolehkan praktik pernikahan beda agama, diantaranya suatu komunitas yang tergolong memiliki pemikiran liberal, dan terjalin dalam suatu wadah bernama Jaringan Islam Liberal. Pandangan JIL membolehkan praktik ini dengan melakukan pendekatan tidak lagi teologis approach, tetapi lebih bersifat anthropocentric approach, salah satunya didasarkan pada Q.S al-Ma Ã?¢ââ??‰â??¢idah (5) : 5, yang merupakan ayat revolusi dengan membolehkan praktik beda agama dengan ahl al-Kita b, dan ahl al-Kita b dimaknai dengan semua agama yang memiliki kitab, sedangkan term musyri k hanya di nisbatkan kepada golongan Ka fir Quraisy Mekah berdasarkan asbab an-nuzulnya Q.S al-Baqarah (2) : 221 tersebut. Penelitian yang berisfat literatur (library research) ini bertujuan untuk mencari makna hakikat dari pernikahan beda agama dengan mengkorelasikan pemikiran aktifis JIL baik struktural maupun kultural dalam hal pernikahan beda agama, dalam hal ini penyusun menggunakan pendekatan hermenutik dengan tokoh Gadamer sebagai pisau analisisnya, dengan harapan dapat mencapai evidensi obyektif yang mengarah pada kebenaran yang bertumpu pada kemaslahatan. Pada akhirnya nanti dapat disimpulkan bahwa hakikat pernikahan adalah sebagai suatu kontrak sosial, sehingga segala hal mengenai pernikahan sudah seyogyanya dikembalikan kepada nilai-nilai subyektifitas yang akan melaksanakan, sekalipun terdapat pelarangan seharusnya lebih bersifat sosiologis, bukan teologis dan realisasinyapun harus melalui fakta empirik bukan hanya prasangka-prasangka yang mengakibatkan sentimen kolektif terhadap komunitas lain. PB - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta KW - Nikah beda agama KW - JIL M1 - skripsi TI - NIKAH BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF AKTIFIS JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL) AV - restricted EP - 258 ER -