@phdthesis{digilib14337, month = {January}, title = {Syekh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhani 1265 H/1865 M-1345H/1945M (Studi tentang Nur Muhammad)}, school = {Pasca Sarjana}, author = {NIM. 96312/DBT Drs. H. Sahabuddin}, year = {2000}, keywords = {Kata Kunci: Syekh Yusuf }, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14337/}, abstract = {Disertasi ini membahas konsepsi Nur Muhammad menurut Syekh Yusuf al-Nabhani. Permasalahan pokok yang dikaji adalah ciri pemikiran al-Nabhani dan mengapa ia berbeda dengan penggagas Nur Muhammad lainnya, seperti al-Hallaj (224 H/858 M-309 H/922 M), Ibnu ?Arabi (560 H/1165 M-638 H/1240 M), al-Jili (767 H/1365 M-811 H/1409 H) dan al-Burhanpuri (w. 1030 H/1620 M) Adapun metode yang digunakan dalam studi ini analisis-komparatif. Sedang langkah-langkah penelitian yang ditempuh, yakni dengan mengumpulkan data kualitatif topik yang diteliti, kemudian penulis menganalisis dan membandingkannya dengan pandangan para tokoh pengkaji Nur Muhammad lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, baik al-Hallaj, Ibnu ?Arabi, al-Jili, al-Burhanpuri dan al-Nabhani sendiri sepakat bahwa Nur Muhammad mengandung pengertian: ?sempurna?. Sebab ia merupakan wadah tajalli (penampakan diri) Tuhan. Kesempurnaan tajalli Tuhan hanya ada pada Insan Kamil (Manusia Paripurna). Ciri pemikiran an-Nabhani, antar lain: ada dua ciptaan Tuhan paling awal, yaitu Nur Muhammad al-Haba?. Dari Nur Muhammad diciptakan al-Qalam (pena), Lauh al-Mahfuz, al-?Arash, malaikat, langit, bumi dan segala isinya. Sedangkan al-Haba? adalah yang pertama tercipta di alam ini dan melaluinya (al-Haba?) Nur Muhammad menampakkan diri pada alam semesta. Bagi an-Nabhani, Nur Muhammad itu adalah ?tercipta?, dan tidak ?melimpah? sebagaimana teori emanasi (al-faid) Plotinus. Sebab, ia bukanlah kaifiyah, ia bukan zat yang berbentuk, ia hanya sebuah nama. Itulah sebabnya, al-Nabhani tidak menggunakan istilah al-Hulul, al-Lahut, al-Nasut, dan atau wihdat al-wujud dalam melabeli konsepsi Nur Muhammad bersumber dari Islam, bukan dari filsafat Yunani. Nur Muhammad bagi al-Nabhani memiliki dua sifat. Yakni qadim dan sekaligus hadith (baharu). Ia qadim ketika bertemu dengan Tuhan dan hadith pada saat bertemu dengan manusia dal alam. Pertemuan Tuhan dengan manusia dan alam, hanya dapat terjadi lewat Nr Muhammad. Aplikasinya; manusia dan alam itu fana? (lebur) dalam Nur Muhammad. Jadi tidak pernah ?bercampur?, ?lebur? dan ?bersatupadu? dengan Tuhan. Al-Nabhani juga melihat adanya (a) hubungan antara Tuhan dengan Nur Muhammad (dalam QS. al-Fath/48: 8-9 dan QS.al-Taubah/9:62, Allah dan Rasul-Nya disebut dalam damir mufrad/huwa, dan bukan muthanna huma, dalam kalimat syahadat, adzan dan iqamat keduanya disebut secara ?bergandengan?), (b) hubungan Nur Muhammad dengan Muhammad SAW (keduanya ciptaan Allah, hanya saja Nur Muhammad bersumber dari Nur Allah, dan Muhammad SAW dari Nur Dzat semata); (c) hubungan Nur Muhammad dengan manusia beriman (hubungan kejadian); dan (d) hubungan Nur Muhammad dengan alam semesta (Nur Muhammad sebagai esensi segala ciptaan, maka alam semesta tidak akan ada tanpa Nur Muhammad). } }