%0 Thesis %9 Skripsi %A HIZMIATI , NIM. 10350017 %B FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM %D 2014 %F digilib:14806 %I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA %T PERKAWINAN ANTAR KERABAT SESUSUAN (STUDI KASUS DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN WANASABA, KABUPATEN LOMBOK TIMUR) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14806/ %X Perkawinan merupakan jalan bagi manusia untuk melanjutkan keturunannya secara sah dan terhormat. Dalam hukum Islam, terdapat dua bentuk larangan perkawinan, yaitu larangan perkawinan untuk selamanya dan larangan perkawinan yang berlaku untuk sementara waktu. Di Indonesia, larangan perkawinan diatur dalam pasal 8 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 39 KHI disebutkan bahwa seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita disebabkan karena pertalian sesusuan: a). Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas, b). Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah, c). Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah, d). Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan keatas, e). Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya. KUA Wanasaba pernah menolak perkawinan raḍa’ah. Penolakan perkawinan tersebut mengakibatkan pelaku menikah secara sirri dengan berpegang kepada pendapat Tuan Guru yang memperbolehkan. Oleh karena itu, hal ini signifikan untuk diteliti. Adapun yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dasar dan pertimbangan hukum yang digunakan Penghulu dalam menolak perkawinan antar kerabat sesusuan serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap dasar dan pertimbangan hukum penghulu tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat preskriptif (penilaian). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan Penghulu KUA Wanasaba. Dalam menganalisis permasalahan yang ada penyusun menggunakan metode analisis data kualitatif dengan menggunakan cara berfikir induktif yaitu dengan meneliti kasus perkawinan antar kerabat sesusuan secara khusus, kemudian kasus tersebut dianalisis secara deduktif dengan menggunakan pendekatan normatif-yuridis, apakah keputusan Penghulu tersebut sesuai dengan dalil-dalil al-Qur’an, hadis, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi dasar dan pertimbangan Penghulu dalam menolak perkawinan raḍa’ah adalah Penghulu berpendapat bahwa dali-dalil al-Qur’an dan hadis terkait masalah raḍa’ah tentang larangan perkawinan sebab hubungan sesusuan tidak hanya berlaku bagi keturunan pihak perempuan saja, melainkan berlaku juga bagi keturunan pihak laki-laki saudara sesusuan. Selain itu juga, demi meninggalkan sifat keragu-raguan dan mengikuti pendapat Tuan Guru yang melarang, dengan dasar hukum tertulis dan tidak tertulis. Penghulu menyimpangi pendapat Tuan Guru yang memperbolehkan dan Penghulu berpendapat bahwa keragu-raguan itu harus ditinggalkan. Tinjauan hukum Islam terhadap dasar dan pertimbangan Penghulu dalam kasus tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam dan hukum positif. %Z PEMBIMBING : Hj. FATMA AMILIA, S.Ag. M.Si.