%A NIM. 10350044 HAFIDZ RIDHO %O PEMBIMBING: DR. H. AGUS MOH. NAJIB, M.Ag. %T KEHARUSAN PERCERAIAN DI SIDANG PENGADILAN DALAM PASAL 115 KHI (TINJAUAN MAQASHID SYARI’AH) %X Perceraian atau talak adalah lepasnya ikatan perkawinan antara suami dan isteri. Talak dijatuhkan dalam bentuk ucapan (shigat talak) dengan sadar dan tanpa paksaan, serta disengaja oleh suami yang dimaksudkan kepada istri. Kalimat ucapan talak dapat berupa kalimat yang jelas maupun sindiran yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak. Talak bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, oleh karena itu talak tidak akan terjadi kecuali setelah adanya ikatan perkawinan yang sah. Talak dianggap sah ketika rukun dan syaratnya telah terpenuhi. Talak merupakan hak penuh bagi suami, suami berhak menjatuhkan talak kepada istrinya di mana saja untuk mengakhiri hubungan perkawinan. Hal itu berbeda dengan syarat perceraian dalam KHI yang terdapat di pasal 115 yang berbunyi: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Keterangan “hanya dapat” mengandung makna jalan satu-satunya dan tidak ada yang lain, menunjukkan makna keharusan. Dengan demikian alasan KHI dalam mengharuskan perceraian di sidang pengadilan penyusun meninjau dengan pendekatan maqashid syari’ah yang diharapkan pada akhirnya akan memberikan kepastian hukum. Penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) dan bersifat deskriptif analitik. Pengumpulan data menggunakan telaah literatur atau dokumentasi dan sumber-sumber yang mendukung, kemudian data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filsafat hukum Islam, dengan pendekatan maqashid syari’ah yang didasari dengan teori maslahah. Dari penelitian yang ada, dapat disimpulkan bahwa tinjauan maqashid syari’ah tentang keharusan perceraian di sidang pengadilan yang terdapat pada Pasal 115 KHI merupakan salah satu upaya pemerintah yang bertujuan untuk meminimalisir terjadinya perceraian dan menertibkan pelaksanaan talak. Dengan ini yang dimaksud dalam Pasal 115 KHI adalah peran dalam Mediasi sebagai juru damai. Pengadilan Agama juga berperan sebagai saksi perceraian. Dengan peran tersebut keharusan perceraian di sidang Pengadilan Agama selaras dengan tujuan dari syari’at untuk memelihara dan menjaga eksistensi dari ad-darurīyat al-khāmsah dalam menjaga agama (hifz ad-din). Melindungi hak-hak istri merupakan salah satu upaya untuk mememelihara dan menjaga jiwa, karena batas dari setiap hak yang dimiliki setiap orang adalah hak orang lain (hifz an-nafs). Kepastian hukum tentang kewajiban dalam memelihara dan menjaga anak untuk hidup hingga dewasa (hifz an-nafs), tanggung jawab atas pendidikan anak (hifz al-‘aql) dan kepastian hukum tentang pemenuhan kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri selama masa iddah dan anak hingga dewasa setelah terjadinya perceraian (hifz al-mal). Dengan demikian keharusan perceraian di sidang pengadilan dalam pasal 115 KHI telah memenuhi beberapa unsur dari ad-darurīyat al-khāmsah diharapkan mampu memberikan kemaslahatan kepada seluruh umat muslim di Indonesia. %D 2014 %I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA %L digilib15075