TY - THES N1 - Dr. Hamim Ilyas, M.A ID - digilib17415 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17415/ A1 - AHMAD MASFUFUL FUAD, S.Sy, NIM: 1320310049 TESIS Y1 - 2015/06/15/ N2 - Perdebatan tentang batas usia di mana seseorang dianggap dewasa dalam konteks perkawinan adalah menyangkut kesiapan dan kematangan tidak saja dalam hal fisik, namun juga psikis, ekonomi, sosial, mental, agama dan budaya. Hal ini karena perkawinan pada usia dini, seringkali menimbulkan berbagai risiko, baik risiko yang bersifat biologis, seperti kerusakan organ reproduksi, maupun risiko psikologis. Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan 1974, yang menyatakan bahwa batas minimal usia kawin bagi laki-laki adalah 19 tahun dan 16 tahun bagi perempuan, dinilai terlampau rendah standarnya dan sudah tidak relevan lagi. Hal inilah yang kemudian memunculkan Permohonan Pengujian Materiil Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada bulan November 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang hendak mengkaji setidaknya tiga hal pokok: Pertama, konteks penentuan batas minimal usia kawin dalam UU No. 1 tahun 1974; Kedua, makna otentik dari ketentuan batas minimal usia kawin dalam UU No. 1 tahun 1974; Ketiga, relevansi ketentuan batas minimal usia kawin dalm UU No. 1 tahun 1974 dan kontribusinya terhadap pembangunan sosial masyarakat. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan hermeneutika hukum, yakni pendekatan yang digunakan untuk menggali konteks lahirnya sebuah teks; menggali makna orisinal; dan menilai relevansi sebuah teks yang hendak diinterpretasi. Sedangkan teori yang digunakan untuk menganalisis bahasan dalam kajian ini adalah teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, yaitu bahwa hukum sebagai suatu sistem terdiri dari unsur struktur, substansi dan kultur. Pada tahap selanjutnya, temuan penelitian ini adalah: (1) Konteks lahirnya Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah perpaduan dari konteks sosial, politik, budaya, ekonomi dan agama pada saat itu; (2) Makna dari penetapan batas minimal usia kawin dalam UU Perkawinan tersebut adalah untuk menciptakan keluarga yang berkualitas melalui pencegahan praktek budaya perkawinan dini (nikah di bawah umur), agar masyarakat dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik serta sehat; (3) Penetapan batas minimal usia kawin dalam Pasal 7 ayat (1) dinilai sudah tidak relevan lagi dikarenakan sudah tidak sesuai dengan semangat hukum lahirnya pasal itu. Selain itu, Pasal tersebut lahir dalam rentang waktu + 41 tahun yang lalu dan isinya bertentangan dengan pasal undang-undang yang lahir kemudian, seperti UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Oleh karenanya, diperlukan peninjauan ulang dan perubahan isi dari Pasal tersebut agar bisa berkontribusi terhadap pembangunan sosial masyarakat, yakni dalam hal kesehatan, pendidikan, ekonomi dan kependudukan. PB - UIN SUNAN KALIJAGA KW - Perkawinan KW - Hermeneutika KW - dan Hukum M1 - masters TI - KETENTUAN USIA MINIMAL KAWIN DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974 (STUDI PERSPEKTIF HERMENEUTIKA) AV - restricted EP - 177 ER -