TY - THES N1 - Drs.Oman Faturohman,M.Ag ID - digilib18300 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18300/ A1 - FARID MUSHOFFA, NIM 02361301 Y1 - 2007/11/15/ N2 - Di dalam Islam perkawinan sangat dijunjung tinggi keberadaanya, begitu pula sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan juga telah diatur didalamnya, seperti talaq, 'iddah dan ruju' serta yang lainya. Dalam Islam seseorang yang di talaq atau ditinggal mati oleh suaminya diwajibkan menjalani 'iddah. 'Iddah yaitu masa tunggu yang dihadapi oleh seorang perempuan yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya, serta dia dilarang melakukan perkawinan dengan laki-laki lain selama waktu tertentu yang ditetapkan syara'. Sebenarnya masalah 'iddah bagi istri yang dicerai atau yang ditinggal mati suaminya telah jelas di dalam al-Qur'an mengenai aturanya. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mengenai wanita gairu muhsan yang berzina, apakah dia diwajibkan ber'iddah atau tidak, karena didalam al-Qur'an tidak ada penjelasan mengenai hal ini. Dalam pembahasan skripsi ini penyusun membahas mengenai 'idda~ wanita zina gairu muhsan menutut pandangan imam Malik dan Imam asy-Syafi'i. Imam Malik mempunyai pendapat bahwa wanita zina wajib ber'iddah sedangkan Imam asy-Syafi'i tidak . Skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang datanya diperoleh melalui literatur-literatur yang ada, dari buku-buku, kitab-kitab atau artikel. Pendekatan yang penyusun gunakan yaitu: Pendekatan normatif yaitu cara mendekati masalah dengan mendasarkan pada teks-teks al-Qur'an dan al-Hadis serta kaidahkaidah usul fiqh maupun pendapat para ulama. Sifat dalam skripsi ini adalah komparatif, yaitu penelitian yang menjelaskan pemikiran Imam Malik dan Imam asy-Syafl'i mengenai 'iddah wanita zina gairu muhsan, dan menganalisa dari pendapat tersebut meliputi perbedaan dan persamaanya sehingga karakter kedua imam tersebut akan tampak jelas dan utuh untuk di pahami. Dalam skripsi ini penyusun berkesimpulan bahwa pendapat asy-Syafi 'i lebih relevan untuk keadaan sekarang dengan alasan: pertama, di dalam al-Qur'an maupun al-hadis begitu jelas bahwa yang terkena kewajiban 'iddah adalah wanita yang telah mengikat tali perkawinan yang sah dengan laki-laki. Kedua, jika alasan yang digunakan oleh Imam Malik adalah untuk mengetahui kekosongan rahim, maka dengan teknologi yang ada sekarang sangatlah mudah untuk mengetahui hal itu dan tidak perlu dengan tiga kali quru', cukup dengan satu kali quru'. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA M1 - skripsi TI - 'IDDAH BAGI WANITA ZINA STUDI KOMPARATIF PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI'I AV - restricted EP - 114 ER -