@phdthesis{digilib19249, month = {August}, title = {RESPON TEOLOGIS LEMBAGA-LEMBAGA AGAMA DAN MASYARAKAT DESA SIRAHAN TERHADAP BENCANA MERAPI DI MAGELANG TAHUN 2010-2011}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 07520027 HARIS KINTOKO}, year = {2015}, note = {Khairullah Zikri, S.Ag., MAStRel}, keywords = {Teologi Bencana, Bencana Merapi, Lembaga Agama, Bantuan Merapi}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19249/}, abstract = {Merapi merupakan gunung paling aktif di dunia yang bisa mendatangkan bencana erupsi kapan saja. Gunung ini menjadi salah satu bagian dari lingkaran dataran tinggi yang mengelilingi wilayah Magelang diantara dataran tinggi lainnya seperti gunung Merbabu, gunung Andong, gunung Telomoyo, gunung Sumbing dan pegunungan Menoreh yang juga merupakan rangkaian dari pegunungan Seribu yang secara geografis bermula dari pegunungan Alpen di Perancis. Hal ini yang menjadikan wilayah Magelang begitu strategis laksana sarang laba-laba yang mampu menghubungkan berbagai jalur dari daerah lainnya. Sehingga di zaman penjajahan Belanda, Magelang dijadikan sebagai basis militer terbesar untuk membendung perlawanan rakyat dari berbagai daerah seperti Ambarawa, Parakan dan dari daerah-daerah lainnya di sekitar Magelang dengan memutus dan menghadang jalur komunikasi dan koordinasi perlawanan yang terpusat di kraton Yogyakarta. Sepeninggalan Belanda, hingga saat ini Magelang masih menjadi basis militer TNI AD terbesar di Indonesia. Berangkat dari hal tersebut di atas, banyak berbagai lembaga agama berusaha untuk menanamkan, memperkuat dan memperluas pengaruhnya di wilayah Magelang. Seperti Pusat Pastoran di Van Lith Muntilan yang konon menjadi pusat misionaris terbesar se-Asia Tenggara, pusat kegiatan Buddha oleh lembaga agama KASI dan Walubi di Mendut dan Borobudur dan lembaga-lembaga agama lainnya seperti Sinode, NU, Muhammadiyah, Konghucu. Nah, bencana Merapi merupakan suatu momentum untuk menampilkan eksistensi daripada lembaga-lembaga agama dalam berperan merespon dan menangani bencana sebagai manifestasi dari ajaran keagamaannya masing-masing. Sehingga di tengah bencana Merapi banyak bendera-bendera yang mengatasnamakan lembaga agamanya masing-masing. Dari banyaknya bendera lembaga agama yang berkibar di berbagai posko Merapi, tentulah wajar bilamana terjadi di lapangan berbagai gesekan maupun benturan kepentingan antar lembaga agama. Persoalannya adalah hal ini menjadi faktor penyebab munculnya konflik agama yang berkelanjutan jikalau tidak segera dilakukan resolusi konflik atas berbagai benturan yang terjadi. Teologi bencana Merapi merupakan landasan gerak bagi setiap lembaga agama yang menjalankan roda kemanusiaan dalam penanganan bencana Merapi. Namun konflik agama yang muncul seringkali bukan hanya karena perbedaan landasan teologisnya. Akan tetapi juga dikarenakan faktor-faktor lainnya seperti kecemburuan dalam memperoleh bantuan maupun dukungan dari pihak luar, menonjolkan identitas kelompok agamanya secara berlebihan, melakukan pergerakan secara sembunyi-sembunyi dan persoalan komunikasi yang tidak terbuka dan pelanggaran etika terhadap norma masyarakat. Sehingga minimal masing-masing lembaga agama berusaha untuk terbuka dan jujur dalam mengkomunikasikan landasan teologi bencana Merapi kepada semua pihak. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi banyak kesalahpahaman di semua pihak pula.} }