TY - THES N1 - Dadi Nurhaedi, M.Si. ID - digilib19822 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19822/ A1 - DIMAS AZIZ PURNAMA, NIM. 11530035 Y1 - 2016/01/26/ N2 - Nabi Muhammad saw merupakan Nabi terakhir untuk umat manusia. Ia berdakwah kurang lebih selama 23 tahun, yang masing-masing di Mekkah dan Madinah. Di masa awal berdakwah secara sembunyi-sembunyi hingga Islam mulai dikenal masyarakat, baru berdakwah secara terang-terangan. Setelah melaewati masa dakwah yang berat, Nabi Muhammad menyampaikan keinginan untuk menunaikan haji yang mabrur, itulah haji terakhir yang dilakukan Nabi. Pada saat haji dan sedang berkhutbah, Nabi Muhammad mendapatkan wahyu yakni ayat tiga dari surat Al- M?idah. Yang menjelaskan tentang perkara-perkara yang diharamkan dan pernyataan bahwa telah disempurnakannya agama. Tetapi kemudian banyak persoalan-persoalan yang baru. Timbul di dalam perkembangan agama Islam, yang mana persoalanpersoalan tersebut tidak ada atau tidak terjadi di zaman turunya wahyu, atau ketika zaman pembawa risalah (Rasulullah saw) masih hidup. Oleh karena itu muncul pertanyaan makna kesempurnaan yang bagaimana yang dimaksud dalam surat Al- M?idah ayat tiga. Ayat tiga dari surah Al-M?idah merupakan ayat yang mencakup dua variabel yang berbeda. Yakni tentang perkara-perkara yang di haramkan, dan tentang kesempurnaan agama. Inilah yang menjadi perhatian penulis untuk meneliti lebih jauh kandungan di dalamnya, serta mengungkap apa hubungan dari kedua variabel. Penelitian ini penulis lakukan dengan melihat pandangan dua mufassir yang masyhur akan tetapi beda zaman, yakni Ibnu Kasir dan M Quraish Shihab. Penulis mengomparasi antara Tafsir al-Qur'an al-Azim yang muncul pada abad pertengahan, pada abad itu kental dengan kepentingan-kepentingan politik. dengan Tafsir Al- Misbah yang muncul pada era kontemporer, yang mana para mufassir mulai memanfaatkan ilmu Modern. Seperti santra modern, hermeneutic, semantik, dan teori sains modern. Dalam penafsiran ayat tiga surah Al-M?idah, Kedua mufassir sama-sama mengharamkan bangkai, darah yang mengalir, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah, tercekik, di pukul, jatuh, ditanduk, hewan yang tertikam binatang buas, dan mengundi nasib dengan anak panah. Namun ada perbedaan dari keduanya saat menafsirkan tentang daging babi, Ibnu Kasir menafsirkan mutlak bahwa apa saja yang ada dalam babi haram hukumnya. Sedangkan M. Quraish Shihab membolehkan menggunakan sebagian anggota organ babi untuk manusia. Hal ini karena Quraish Shihab hidup pada zaman Modern, yang bisa melihat kemanfaatan dari anggota organ babi. Sedangkan dalam metode penafsiran keduanya juga terlihat berbeda dalam penggunaan syair, Ibnu Kasir yang hidup di zaman pertengahan sangat kental dengan tradisi syairnya, sehingga Ia menggunakan syair dalam menafsirkan, sedangkan Quraish Shihab tidak menggunakannya. Berkaitan dengan penafsiran kesempurnaan agama. keduanya secara global terlihat sama, yakni agama Islam tidak membutuhkan tambahan hukum. Namun Quraish Shihab menjelaskan hubungan variabel pada ayat, yakni agama merupakan kesatuan. Baik yang berkaitan dengan kesatuan, baik yang berkaitan dengan pandangan menyangkut ide dan keyakinan, yang menyangkut syiar-syiar dan ibadah, halal dan haram. Semuanya itulah yang dinamakan agama. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA M1 - skripsi TI - PENAFSIRAN AYAT TIGA SURAT AL-M?IDAH (KOMPARASI PENAFSIRAN IBNU KASIR DAN M. QURAISH SHIHAB) AV - restricted ER -