relation: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19941/
title: IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo)
creator: IBNU MUCHLIS, NIM: 1320511104
subject: Studi Islam
description: Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia, khususnya  terhadap umat Islam. Sebagai kitab petunjuk dan pedoman umat Islam bergerak untuk  berinteraksi dengan al-Qur’an. Hal ini wajar, karena al-Qur’an adalah kitab pedoman  bagi umat Islam, sehingga sebisa mungkin umat Islam akan berinteraksi dengan al-  Qur’an tanpa mempertimbangkan basic epistemology yang dimilikinya. Respon dan  interaksi masyarakat terhadap al-Qur’an terwujud dalam berbagai praktik tradisi  keagamaan. Berbagai macam tradisi yang menggejala seperti tradisi s}alawatan,  merupakan hasi resepsi masyarakat dari ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk  bers}alawat kepada Nabi. Kendati perintahnya untuk bers}alawat, namun berbagai  bentuk tradisi yang dihasilkan. Ragam berntuk ini merupakan creative interpretation  masyarakat terhadap al-Qur’an. Kreatifitas dalam memahami perintah untuk  bershalawat ini juga bisa kita lihat dengan lahirnya komunitas Mafia Sholawat yang  ada di Ponorogo. Komunitas ini mengajak kepada seluruh masyarakat untuk  senantiasa membaca s}alawat sesering mungkin. Komunitas ini juga mengkhususkan  ajakannya terhadap orang yang dipandang masyarakat sebagai ahli maksiat. Sehingga  s}alawat menjadi sebuah ideologi dalam komunitas tersebut.  Dalam penelitian ini penulis ingin melihat bagaimana proses ideologisasi  tersebut dilakukan. Agar lebih sistematis ada dua pertanyaan yang diajukan dalam  penelitian ini. Pertama, Bagaimana gambaran tradisi Mafia S}olawat Ponorogo?;  kedua, Bagaimana Proses Ideologisasi ayat s}alawat dalam Mafia S}olawat Ponorogo?  Untuk menyajikan dan beriinteraksi dengan data awal penulis menggunakan  hermenutika teoritis yang digunakan untuk melihat dan mendapatkan data secara  objektif. Setelah melihat dan mendapat data secara objektif tersebut, penulis  kemudian menganalisanya menggunakan teori ideologi Pierre Bourdieu. Bourdieu  megajukan konsep habitus dan arena untuk melihat sebuah proses ideologi.  Mafia Sholawat adalah kependekan dari “Manunggaling Fikiran Lan Ati  Ing Dalem S}alawat” atau yang dalam bahasa indonesianya yaitu “bersatunya fikiran  dan hati di dalam s}alawat”, yaitu sebuah organisasi yang mengajarkan untuk  menjadikan hati dan fikiran bisa menyatu dalam kebaikan dan mengajak untuk cinta  kepada Nabi Muh}ammad Saw. melalui lantunan s}alawat dan bukan suatu organisasi  yang dilarang oleh negara atau agama. Dalam Mafia Sholawat ini ada tiga tradisi  gerakan keagamannya: pembacaan s}alawat secara kolektif, tarian sufi, dan pengajian.  Pembacaan s}alawat secara kolektif ini dibarengi dengan tarian sufi dan dalam selasela  pembacaan s}alawat itulah pengajian disampaikan. Dalam Mafia Sholawat ini  terdapat dua nilai yang menjadi habitusnya yaitu, ajakan s}alawat dan taubat. Habitus  tersebut menjadi sebuah kebenaran dominasi simbolik yang diyakini oleh semua  individu. Puncak dari dominasi simbolik ini sebenarnya adalah doxa. Doxa  merupakan sejenis tatanan social dalam diri individu yang stabil dan terikat pada  tradisi serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi dan  tidakdipertanyakan. Doxa ini dimiliki oleh seorang tokoh yang dalam Mafia Sholawat adalah Gus Ali. Habitus yang berpuncak pada doxa ini membutuhkan sebuah wadah  yang oleh Bourdieu disebut dengan Arena (field). Penyampaian dengan arena yang  tepat akan berpengaruh sacara signifikan terhadap audiens atau jama’ah. Arena yang  dimaksud di sini adalah sebuah komunitas atau media yaitu Mafia Sholawat. Dalam  proses penyampaian kedalam arena inilah bahasa diperlukan.  Bahasa merupakan jembatan antara habitus dan arena. bahasa tidak hanya  merupakan alat komunikasi dan kapital budaya, tetapi juga merupakan praktik sosial,  artinya bahasa merupakan hasil interaksi aktif antara struktur sosial yang objektif  dengan habitus linguistik yang dimiliki pelaku sosial. Bahasa secara efektif  dipraktikkan oleh pelaku sosial untuk saling mengontrol pelaku sosial yang lain  dengan tujuan utamanya yaitu, menciptakan dunia yang diinginkan. Dengan bahasa  inilah proses ideologisasi tersebut dilakukan. Bahasa yang digunakan oleh Gus Ali  merupakan bahasa-bahasa yang tidak asing bagi jama’ah yang kebanyakan hidup  dalam kehidupan yang keras. Bahasa ajakan misalnya tidak shalat tidak apa-apa yang  penting s}alawat bersama. Dengan arena yang pas bahasa seperti ini tidak masalah,  namun ketika arena itu tidak tepat maka hal ini mampu menimbulkan masalah yang  fatal. Pesan yang disampaikan dengan bahasa yang tepat inilah kemudian membentuk  ideologi dalam jama’ah Mafia Sholawat. Pesan ini tentunya dilakukan secara  berulang-ulang bukan hanya satu atau dua kali.  Kata kunci: Ideologi, S{alawat, Mafia Sholawat.
date: 2015-10-21
type: Thesis
type: NonPeerReviewed
format: text
language: id
identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19941/1/1320511104_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf
format: text
language: id
identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19941/2/1320511104_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.pdf
identifier:   IBNU MUCHLIS, NIM: 1320511104  (2015) IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo).  Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.