eprintid: 19941
rev_number: 11
eprint_status: archive
userid: 6
dir: disk0/00/01/99/41
datestamp: 2016-03-24 01:33:44
lastmod: 2016-03-24 01:33:44
status_changed: 2016-03-24 01:33:44
type: thesis
metadata_visibility: show
creators_name: IBNU MUCHLIS, NIM: 1320511104
title: IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo)
ispublished: pub
subjects: S_I
divisions: pps_agamfil
full_text_status: restricted
keywords: Ideologi, S{alawat, Mafia Sholawat.
note: Dr. Moch. Nur Ichwan, M.A
abstract: Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia, khususnya
terhadap umat Islam. Sebagai kitab petunjuk dan pedoman umat Islam bergerak untuk
berinteraksi dengan al-Qur’an. Hal ini wajar, karena al-Qur’an adalah kitab pedoman
bagi umat Islam, sehingga sebisa mungkin umat Islam akan berinteraksi dengan al-
Qur’an tanpa mempertimbangkan basic epistemology yang dimilikinya. Respon dan
interaksi masyarakat terhadap al-Qur’an terwujud dalam berbagai praktik tradisi
keagamaan. Berbagai macam tradisi yang menggejala seperti tradisi s}alawatan,
merupakan hasi resepsi masyarakat dari ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk
bers}alawat kepada Nabi. Kendati perintahnya untuk bers}alawat, namun berbagai
bentuk tradisi yang dihasilkan. Ragam berntuk ini merupakan creative interpretation
masyarakat terhadap al-Qur’an. Kreatifitas dalam memahami perintah untuk
bershalawat ini juga bisa kita lihat dengan lahirnya komunitas Mafia Sholawat yang
ada di Ponorogo. Komunitas ini mengajak kepada seluruh masyarakat untuk
senantiasa membaca s}alawat sesering mungkin. Komunitas ini juga mengkhususkan
ajakannya terhadap orang yang dipandang masyarakat sebagai ahli maksiat. Sehingga
s}alawat menjadi sebuah ideologi dalam komunitas tersebut.
Dalam penelitian ini penulis ingin melihat bagaimana proses ideologisasi
tersebut dilakukan. Agar lebih sistematis ada dua pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian ini. Pertama, Bagaimana gambaran tradisi Mafia S}olawat Ponorogo?;
kedua, Bagaimana Proses Ideologisasi ayat s}alawat dalam Mafia S}olawat Ponorogo?
Untuk menyajikan dan beriinteraksi dengan data awal penulis menggunakan
hermenutika teoritis yang digunakan untuk melihat dan mendapatkan data secara
objektif. Setelah melihat dan mendapat data secara objektif tersebut, penulis
kemudian menganalisanya menggunakan teori ideologi Pierre Bourdieu. Bourdieu
megajukan konsep habitus dan arena untuk melihat sebuah proses ideologi.
Mafia Sholawat adalah kependekan dari “Manunggaling Fikiran Lan Ati
Ing Dalem S}alawat” atau yang dalam bahasa indonesianya yaitu “bersatunya fikiran
dan hati di dalam s}alawat”, yaitu sebuah organisasi yang mengajarkan untuk
menjadikan hati dan fikiran bisa menyatu dalam kebaikan dan mengajak untuk cinta
kepada Nabi Muh}ammad Saw. melalui lantunan s}alawat dan bukan suatu organisasi
yang dilarang oleh negara atau agama. Dalam Mafia Sholawat ini ada tiga tradisi
gerakan keagamannya: pembacaan s}alawat secara kolektif, tarian sufi, dan pengajian.
Pembacaan s}alawat secara kolektif ini dibarengi dengan tarian sufi dan dalam selasela
pembacaan s}alawat itulah pengajian disampaikan. Dalam Mafia Sholawat ini
terdapat dua nilai yang menjadi habitusnya yaitu, ajakan s}alawat dan taubat. Habitus
tersebut menjadi sebuah kebenaran dominasi simbolik yang diyakini oleh semua
individu. Puncak dari dominasi simbolik ini sebenarnya adalah doxa. Doxa
merupakan sejenis tatanan social dalam diri individu yang stabil dan terikat pada
tradisi serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi dan
tidakdipertanyakan. Doxa ini dimiliki oleh seorang tokoh yang dalam Mafia Sholawat adalah Gus Ali. Habitus yang berpuncak pada doxa ini membutuhkan sebuah wadah
yang oleh Bourdieu disebut dengan Arena (field). Penyampaian dengan arena yang
tepat akan berpengaruh sacara signifikan terhadap audiens atau jama’ah. Arena yang
dimaksud di sini adalah sebuah komunitas atau media yaitu Mafia Sholawat. Dalam
proses penyampaian kedalam arena inilah bahasa diperlukan.
Bahasa merupakan jembatan antara habitus dan arena. bahasa tidak hanya
merupakan alat komunikasi dan kapital budaya, tetapi juga merupakan praktik sosial,
artinya bahasa merupakan hasil interaksi aktif antara struktur sosial yang objektif
dengan habitus linguistik yang dimiliki pelaku sosial. Bahasa secara efektif
dipraktikkan oleh pelaku sosial untuk saling mengontrol pelaku sosial yang lain
dengan tujuan utamanya yaitu, menciptakan dunia yang diinginkan. Dengan bahasa
inilah proses ideologisasi tersebut dilakukan. Bahasa yang digunakan oleh Gus Ali
merupakan bahasa-bahasa yang tidak asing bagi jama’ah yang kebanyakan hidup
dalam kehidupan yang keras. Bahasa ajakan misalnya tidak shalat tidak apa-apa yang
penting s}alawat bersama. Dengan arena yang pas bahasa seperti ini tidak masalah,
namun ketika arena itu tidak tepat maka hal ini mampu menimbulkan masalah yang
fatal. Pesan yang disampaikan dengan bahasa yang tepat inilah kemudian membentuk
ideologi dalam jama’ah Mafia Sholawat. Pesan ini tentunya dilakukan secara
berulang-ulang bukan hanya satu atau dua kali.
Kata kunci: Ideologi, S{alawat, Mafia Sholawat.
date: 2015-10-21
date_type: published
pages: 131
institution: UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
department: Pascasarjana
thesis_type: masters
thesis_name: other
citation:   IBNU MUCHLIS, NIM: 1320511104  (2015) IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo).  Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.   
document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19941/1/1320511104_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf
document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19941/2/1320511104_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.pdf