@phdthesis{digilib20405, month = {December}, title = {DISKURSUS KASTA DALAM KITAB MAHABARATA KARYA C. RAJAGOPALACHARI (ANALISIS STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 11520003 CHUSNUL CHOTIMAH}, year = {2015}, note = {Dr. Soehadha, S.Hum.,M.Hum.}, keywords = {Kasta, Mahabharata, Strukturalisme, Levi Strauss.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20405/}, abstract = {Kasta adalah sebuah sistem yang menggolongkan individu ke dalam suatu lapisan masyarakat. Lapisan masyarakat ini terbagi menjadi empat yaitu Brahmana yang terdiri dari para intelektual dan pendeta, Kesatria yakni pemegang tampuk pemerintahan atau para politikus, Waisya terdiri dari para pedagang, petani dan para pekerja terampil lainnya, dan terakhir yaitu Sudra yang terdiri dari para pelayan. Di luar empat kasta, terdapat satu golongan yang dianggap sebagai kotoran yang akan menodai kemurnian dari empat kasta jika disentuh. Golongan itu disebut sebagai kaum Pariah. Penelitian ini berangkat dari adanya kerumitan dan pro kontra terhadap aturan kasta baik di India maupun di Indonesia.Pertanyaan yang sering diperdebatkan adalah apakah kasta lahir dengan karakter asal atau bakat tiap individu ataukah kasta lahir dari keturunan secara otomatis. Penelitian ini merupakan library research atau penelitian pustaka dengan Kitab Mahabharata sebagai data Primer disertai dengan beberapa karya yang membahas strukturalisme Levi Strauss sebagai teori yang digunakan untuk membahas kasta dalam bentuk diskursus.Tujuan dari penggunaan teori ini adalah untuk menemukan struktur-struktur dalam dari kitab Mahabharata yang di posisikan sebagai sebuah Mitos sehingga kemudian struktur-struktur tersebut di analisis untuk menyingkap makna dari kasta. Penelitian ini menemukan bahwa prinsip dasar aturan kasta bersifat endogamis. Kasta membutuhkan endogamy untuk bisa mempertahankan identitas yang berbeda dan definisi kelompok pekerjaan yang berbeda pula. Hal ini nampak pada perkawinan para tokoh yang menyesuaikan kasta pasangannya dengan kastanya sendiri. Kedua, penulis melihat bahwa konteks yang ada dalam kisah Mahabharata merupakan cerminan nirsadar dari masyarakat pada waktu itu yang menganggap bahwa kasta merupakan sesuatu yang bersifat turun temurun yang tiba-tiba ada dan melekat menjadi identitas individu. Namun meski demikian, penulis melihat bahwa ada upaya dari pengarang untuk menjelaskan bahwa anggapan tersebut merupakan sebuah kesalahan dalam menafsir.} }