@mastersthesis{digilib22170, month = {August}, title = {POLITIK PERANG NEGARA KHILAFAH DALAM PEMIKIRAN TAQIYUDDIN AN-NABHANI}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 1420310069 RIDHO ANUGRAH, SPDI}, year = {2016}, note = {Dr. Ocktoberrinsyah, M.Ag}, keywords = {Taqiyuddin An-Nabhani, Negara Khilafah, Politik Perang}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22170/}, abstract = {Tesis ini meneliti tokoh Islam, yaitu Taqiyuddin An-Nabhani. Ia merupakan seorang pemikir Islam yang karya-karyanya mencakup banyak bidang kajian termasuk siyasah. Ia merupakan tokoh pendiri dari gerakan global yang berjuang mendirikan pemerintahan khilafah Islam, yaitu Hizbut Tahrir. Tesis ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan peneliti tentang konsep politik perang negara khilafah dalam pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan termasuk ke dalam penelitian pustaka (library research). Penelitian ini membatasi kajiannya pada studi literatur. Sumber penelitian dibagi menjadi sumber primer dan sekunder sedangkan teknik analisisnya dibagi menjadi tiga tahapan, mereduksi data, display data dan interpretasi dan kemudian baru dilakukan penarikan kesimpulan. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pemikiran tokoh, yaitu Taqiyuddin An- Nabhani. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori yang berkaitan dengan konsep perang di dalam Islam (siyasah harbiyah). Temuan di dalam penelitian ini antara lain: Pertama, politik perang dalam pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani adalah suatu manajemen peperangan agar kemenangan berpihak kepada umat Islam dan kekalahan menimpa pihak musuh. Dalam politik perang berkaitan dengan dimensi praktis dan aktual. Menurutnya, dalam kondisi perang, agama memperbolehkan hal-hal yang sebelumnya dilarang; dan melarang hal-hal yang sebelumnya diperbolehkan. Di dalam politik perang, An-Nabhani menjelaskan tentang aktivitas spionase dan batasan-batasannya. Selain masalah spionase, An-Nabhani juga menyinggung masalah gencatan senjata. Menurutnya, boleh hukumnya melakukan gencatan senjata antara kaum muslim dan orang kafir. Mengenai aliansi militer (persekutuan militer), An- Nabhani berpendapat bahwa negara khilafah tidak boleh melakukan hal tersebut karena menyalahi ketentuan syara?. Tentang militer Islam, menurut An-Nabhani, prajurit terdiri dari dua bagian, yakni pasukan cadangan dan pasukan reguler. Setiap laki-laki muslim yang telah berusia 15 tahun dikenakan wajib militer. Kemampuan berfikir setiap prajurit harus ditingkatkan sedemikian rupa dan setiap prajurit hendaknya dibekali dengan tsaqofah Islam. Kedua, mengenai relevansi pemikiran An-Nabhani dengan konteks kekinian, bahwa di dalam HHI (Hukum Humaniter Internasional) Pasal 3 DUHAM, Pasal 6 ICCPR, Konvensi Jenewa jika dilihat secara umum, hal tersebut senada dengan etika perang di dalam fiqh klasik sekaligus relevan dengan pendapat An-Nabhani. Menurut An-Nabhani, pada dasarnya Islam melarang membunuh warga sipil yang tidak ikut berperang. Disamping itu, pandangan An- Nabhani tentang negara khilafah dapat menjadi solusi mengatasi persoalan umat Islam seperti: penjajahan Israel atas Palestina, intervensi Amerika, Rusia dan sekutu-sekutunya di Suriah, hegemoni Amerika atas Irak dan Afganistan. Dengan kembalinya khilafah, umat Islam akan kembali bersatu dalam satu institusi politik. Khilafah akan menyatukan umat Islam dengan segala potensi militer yang dimiliki sehingga kembali menjadikan mereka umat dengan negara yang kuat, berwibawa dan disegani.} }