@phdthesis{digilib22220, month = {June}, title = {KEPEMIMPINAN KHALIFAH JEMAAT AHMADIYAH PERSPEKTIF FIKIH KHILAFAH}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA}, author = {NIM. 12370028 IRHAM WIBOWO}, year = {2016}, note = {DR. AHMAD YANI ANSHORI, M.AG}, keywords = {Jemaat Ahmadiyah, Khalifatul Masih, Khilafah}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22220/}, abstract = {Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi Islam internasional yang didirikan di Kota Qadian, India, oleh Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1889. Saat ini organisasi Jemaat Ahmadiyah sudah berkembang di lebih 200 negara termasuk Indonesia. Pemimpin tertinggi organisasi ini adalah seorang yang bergelar Khal{\=i}fatul Masih (Pengganti yang Dijanjikan) yang kini berkedudukan di London, Inggris, sedangkan di tiap negara organisasi Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh seorang Amir Nasional yang menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar. Sistem Kekhalifahan yang diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah diyakini merupakan implementasi dari era kebangkitan Khil{\=a}fah ?al{\=a} Minh{\=a}jin Nubuwwah. Uniknya ciri khas kehalifahan ini adalah sifatnya yang apolitis. Konsekuensi logisnya dalam organisasi ini dilarang berdiri partai politik atau negara untuk menjalankan sistem khil{\=a}fah warisan Mirza Ghulam Ahmad itu. Bagi Jemaat Ahmadiyah, ketaatan pada khal{\=i}fah dapat berjalan beriringan dengan ketaatan pada pemerintah dimana para Ahmadi bermukim. Model khil{\=a}fah ala Jemaat Ahmadiyah sama sekali tidak mempunyai wilayah kekuasaan sejengkal pun karena khil{\=a}fah mereka yakini secara rohani bukan politik. Khil{\=a}fah spiritual menjadi tawaran mereka dalam upayanya meyatukan umat Islam di bawah satu bendera Ahmadiyah. Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah, era kedua Khil{\=a}fah ?al{\=a} Minh{\=a}jin Nubuwwah telah muncul sejak wafatnya sang pendiri, Mirza Ghulam Ahmad di tahun 1908. Kemudian Maulana Hakim Nuruddin terpilih sebagai Khal{\=i}fatul Masih I (1908-1914), selanjutnya berturut-turut diteruskan oleh Khal{\=i}fatul Masih II Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (1914- 1965), Khal{\=i}fatul Masih III Mirza Nasir Ahmad (1965-1982), Khal{\=i}fatul Masih IV Mirza Tahir Ahmad (1982-2003), dan Khal{\=i}fatul Masih V Mirza Masroor Ahmad (2003-sekarang). Jika dirunut pada sejarah Islam, setelah era kepemimpinan Nabi Muhammad saw. muncul periode Khil{\=a}fah ?al{\=a} Minh{\=a}jin Nubuwwah yang merujuk masa Khul{\=a}fa? R{\=a}syid{\=u}n, kemudian era Mulk{\=a}n Adh{\=a}n dan Mulk{\=a}n Jabariyyatan (kerajaan/dinasti/daulah), dan era terakhir yaitu Khil{\=a}fah ?al{\=a} Minh{\=a}jin Nubuwwah bagi Jemaat Ahmadiyah sudah muncul sejak sebelum keruntuhan Turki Utsmani. Khil{\=a}fah bagi kebanyakan umat Islam termasuk di dalamnya Jemaat Ahmadiyah, dimaknai dalam berbagai macam versi. Awal mulanya pemimpin umat Islam setelah masa Nabi Muhammad bergelar Khal{\=i}fatu Rasulillah, lambat laun bergeser makna bahkan menganggap bahwa jabatan khal{\=i}fah adalah pemberian langsung dari Tuhan (divine origin). Khil{\=a}fah yang diyakini Jemaat Ahmadiyah menarik untuk ditelusuri lebih mendalam. Model khil{\=a}fah yang mereka terapkan mirip dengan sistem Kepausan di Vatikan. Pemilihan Khal{\=i}fah Jemaat Ahmadiyah menganut asas musyawarah mufakat meski dalam sejarahnya sejak khal{\=i}fah kedua hingga saat ini masih memiliki hubungan darah dengan Mirza Ghulam Ahmad. Nuansa hierarki kepemimpinan begitu kental dan dominan dalam organisasi ini. Segala keputusan dan perintah dari Khal{\=i}fah wajib ditaati dan dilaksanakan, karena Khal{\=i}fah Jemaat Ahmadiyah adalah seseorang yang dipilih langsung oleh Tuhan melalui perantara manusia-manusia lain. Perilaku sehari-hari Khal{\=i}fah dalam hal bermuamalah, syari?ah, hingga ibadah harus menjadi contoh para Ahmadi, dan apabila tidak melaksanakan doktrin Khal{\=i}fah bisa disamakan dengan melecehkan agama Islam. Keyakinan Jemaat Ahmadiyah terhadap kepemimpinan Khal{\=i}fatul Masih akan terus berjalan selama-lamanya hingga akhir zaman. Kata Kunci: Jemaat Ahmadiyah, Khalifatul Masih, Khilafah} }