@phdthesis{digilib22453, month = {August}, title = {POLEMIK METODE PEMIKIRAN ISLAM FUNDAMENTAL DAN LIBERAL TENTANG IDEOLOGI NEGARA}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 08 370 014 JAINAL}, year = {2016}, note = {Dr. Subaidi, S.Ag., M.Si.,}, keywords = {Polemik, Islam Fundamentalis, Liberalis, Negara}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22453/}, abstract = {Polemik menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perkembangan pemikiran keagamaan, termasuk dalam perkembangan pemikiran Islam. Polemik mengenai persoalan agama telah ada semenjak Islam hadir di Tanah Arab. Di Indonesia, polemik juga terjadi antara berbagai elemen kepercayaan, baik antara umat Islam dengan umat lainnya, antara kaum santri dengan abangan atau aliran kepercayaan, dan polemik antara satu kelompok Islam dengan kelompok Islam lainnya. Berdasarkan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu 1) Apakah metodologi yang digunakan dalam polemik karya-karya fundamentalis dalam merespon gagasan kaum liberalis tentang ideologi negara?; dan 2) Apakah arti penting polemik tersebut dalam kerangka studi Islam dan perkembangan Islam di Indonesia Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Data diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan. Setelah data terkumpul, lalu dianalisis secara deskriptik analitik. Pendekatan normatif dengan proses berpikir induktif dan deduktif. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa polemik pemikiran antara muslim liberal vs muslim fundamentalis tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia terjadi secara terbuka setelah lengsernya rezim otoriter Orde Baru atau yang dikenal dengan Reformasi, di mana kebebasan dan keterbukaan menjadi ciri utamanya. Hal ini menegaskan bahwa konflik yang melibatkan kedua kelompok muslim tersebut tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia tidak terjadi sebelum era Reformasi, karena keduanya mulai berhadap-hadapan dan terlibat konflik secara langsung setelah Soeharto lengser dari kursi kekuasaannya. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa era Refonnasilah yang menjadi konteks sosial-politik yang melingkupi konflik pemikiran muslim liberal vs muslim fundamentalis tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia. Setelah konflik pemikiran antara muslim liberal vs muslim fundamentalis tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia tersebut dikaji dari perspektif etika diskursus Habermas, penulis kemudian berpendapat bahwa konsensus bersama yang seharusnya diperjuangkan agar tercipta harmoni dan hubungan sejajar antara keduanya masih jauh dari tarapan. Baik kelompok muslim liberal maupun muslim fundamentalis yang terlibat dalam konflik pemikiran tersebut ternyata masih dibayang-bayangi dan didominasi oleh kepentingan dan pendapatnya masing-masing. Kondisi demikian diperparah lagi oleh ideologisasi yang dilakukan kedua kelompok tersebut dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, agar muslim liberal dan muslim fundamentalis tidak terjebak dalam konflik pemikiran yang pada akhirnya berakhir anti-klimaks dan agar konsensus bersama tercapai, maka kedua kelompok tersebut harus bersedia terlibat di dalam diskursus rasional yang bebas dari dominasi dan paksaan. Konsensus bersama diperlukan untuk menciptakan harmoni dan hubungan sejajar antara kedua kelompok tersebut.} }