@mastersthesis{digilib22918, month = {June}, title = {ADVOKASI TERORIS (STUDI STRATEGI ADVOKASI SOCIAL MOVEMENT INSTITUTE TERHADAP TERORIS YANG MENGALAMI STIGMA MERUGIKAN)}, school = {UIN Sunan Kalijaga}, author = {NIM:1420010001 Muh. Syahrur}, year = {2016}, note = {Dr. Pajar Hatma Indra Jaya, M.Si.}, keywords = {Strategi Advokasi, Teroris, Litigasi dan Non-Litigasi}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22918/}, abstract = {Persoalan terorisme di Indonesia mulai muncul kepermukaan ketika terjadi peristiwa bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menghancurkan Paddy?s Cafe dan Sari Club Denpasar Bali yang menewaskan 184 orang termasuk warga negara asing. Setelah itu berbagai peristiwa teror serupa terjadi, yaitu JW. Marriot di Kuningan Jakarta yang dikenal dengan Bom Kuningan 9 September 2009, berbagai bom yang meledak di beberapa Gereja, bom di kedutaan besar Australia serta Jimbaran Bali yang dikenal dengan bom Bali II dan yang terakhir di Sarina, MH.Thamrin. Berbagai aksi peledakan bom yang dilakukan para teroris mengakibatkan keresahan di masyarakat sehingga terjadi berbagai bentuk penolakan terhadap teroris. Hal ini misalnya nampak dari aksi solidaritas dan lawan teroris yang dilakukan di Bundaran HI, Jakarta, gerakan bersama bersatu melawan terorisme di lapangan alun-alun Tegal, aksi kami tidak takut terhadap teroris yang dilakukan pemerintah dan masyarakat Tana Toraja, serta penolakan jenazah teroris untuk dimakamkan di kampung halamanya. Dengan demikian teroris juga mendapat reaksi keras, baik dari masyarakat dan juga aparat yang mengarah pada ketidakadilan di lapas ataupun luar lapas. Bedasarkan latar belakang tersebut Lembaga Social Movement Institut (SMI), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat tergerak untuk melakukan advokasi terhadap para teroris. Penelitian ini berusaha menjawab strategi advokasi mereka, serta faktor penghambat dan pendukung advokasi terhadap para teroris.Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian dengan wawancara kepada semua pengurus SMI dan tiga teroris. Selain itu peneliti memeriksa dokumen berupa foto-foto ketidakadilan yang didapat para teroris dan observasi ketika kunjungan ke Semarang. Penelitian ini menemukan bahwa strategi advokasi di SMI menggunakan litigasi dan non litigasi. Strategi litigasi berupa pengkajian pasal-pasal yang dianggap sebagai sumber perlakuan ketidakadilan terhadap teroris, sebagai broker dengan Tim Pengacara Muslim, sedangkan strategi non-litigasi berupa pendampingan keluarga yang di luar, baik bidang ekonomi ataupun sosial. SMI tidak mendampingi di bidang ideologi/akidah. Faktor pendukung SMI dalam melakukan advokasi terhadap teroris dengan kepercayaan dan keterbukaan sedangkan faktor penghambat ialah adanya kecurigaan aparat dan konflik sesama teroris terkait dengan dukungan terhadap ISIS. Kata Kunci: Strategi Advokasi, Teroris, Litigasi dan Non-Litigasi} }