TY - THES N1 - Pembimbing : Drs. KH. A. Malik Madaniy, MA. H. Wawan Gunawan, S. Ag., M. Ag. ID - digilib2480 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2480/ A1 - ZAINAL ABIDIN NIM: 04360048, Y1 - 2009/06/05/ N2 - ABSTRAK Tawassul di dalam Islam, memang merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh al-Qur�an, hal ini bisa dirujuk kepada ayat al-Qur�an surat al-Maidah ayat 35, yang menjelaskan tentang perintah untuk mencari jalan (wasilah) yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak pernah ada perselisihan di kalangan umat Islam tentang disyariatkannya Tawassul kepada Allah SWT dengan amal saleh. Maka orang yang berpuasa, mendirikan shalat, membaca al-Qur�an, berarti ia Tawassul dengan puasanya, shalatnya, bacaan al-Qur�annya dan atau sedekahnya. Bahkan Tawassul lebih optimis untuk diterima dan tercapainya tujuan. Dalam hal ini para ulama tidak ada perselisihan sedikitpun. Dalilnya adalah hadis mengenai tiga orang yang terkurung dalam gua orang pertama bertawassul dengan amal baktinya kepada kedua orang tuanya. Orang kedua bertawassul dengan sikapnya menjauhi prilaku keji, padahal waktu itu kesempatan sudah terbuka lebar baginya. Orang ketiga bertawassul dengan kejujurannya dengan memelihara harta orang lain dengan sempurna. Maka Allah SWT kemudian berkenan dan melapangkan kesulitan yang mereka alami. Masalah yang masih diperselisihkan adalah bertawassul bukan dengan amal orang yang bertawassul itu sendiri. Maksudnya bertawassul dengan benda-benda dan pribadi (orang). Dalam skripsi ini dibahas tentang masalah tawassul serta metode istinbat hukumnya. Pembahasan ini dikaji melalui pemikiran dua tokoh Islam yang berbeda era dan zaman. Mengenai pengertian Tawassul, kedua ulama ini tidak begitu banyak perbedaan mengenai pendapatnya. Secara umum, Ibnu Taimiyyah melihat Tawassul sebagai suatu praktek keagamaan dalam tiga bentuk: Pertama, Tawassul dengan iman dan amal saleh. Yakni menjalankan perintah Allah melalui ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw. Dalam model ini ia juga memasukan Tawassul dengan nama-nama Allah yang agung; kedua, Tawassul dengan Nabi saw dan orang-orang saleh. Yakni Tawassul dengan doa dan syafaat Nabi atau juga dengan doa-doa orang saleh; sedangkan yang ketiga tawassul dengan doa Nabi saw. Dan doa orang-orang saleh yang telah meninggal. Dua bagian yang pertama, menurut Ibnu Taimiyyah dibolehkan oleh syariat Islam, sedangkan yang terakhir dilarang. Sedangkan Asy-Syaukani memberikan pengertian Tawassul, asy-Syaukani berpendapat di dalam kitabnya yang berjudul quot;ad-Dur an-Nadid fi Ikhlasi Kalimah at-Tauhid quot; mengatakan, bahwa Syaikh Izzudin Ibnu Abd as-Salam telah menegaskan: Tawassul yang diperbolehkan dalam berdoa kepada Allah hanyalah kepada Nabi saw. Itupun kalau hadis yang mengenai itu sahih. Itulah garis besar pendapat kedua tokoh antara Ibnu Taimiyyah dan asy-Syaukani mengenai tawassul. PB - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta KW - Ibnu taimiyyah KW - asy-syaukanni KW - tawassul M1 - skripsi TI - STUDI KOMPARATIF PENDAPAT IBNU TAIMIYYAH DAN ASY- SYAUKANI TENTANG TAWASSUL (TELAAH DALIL-DALIL HUKUM) AV - restricted ER -