%0 Thesis %9 Skripsi %A WILDAN ISA ANSHORY - NIM: 0135 0922, %B Fakultas Syari'ah %D 2009 %F digilib:2486 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %K Pelanggaran, perjanjian kawin, pembatalan nikah %T PELANGGARAN ATAS PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI ALASAN UNTUK MEMINTA PEMBATALAN NIKAH ( STUDI PASAL 51 KOMPILASI HUKUM ISLAM ) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2486/ %X Kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimaksudkan sebagai rumusan tertulis hukum Islam yang disesuaikan dengan kondisi hukum dan masyarakat Indonesia. Salah satu bahasan dalam KHI adalah mengenai pernikahan, termasuk di dalamnya diatur tentang perjanjian kawin. Perjanjian kawin sendiri bukan sesuatu yang harus ada dalam setiap pernikahan. Ketika suatu perjanjian kawin disepakati antara suami dan isteri, maka ia wajib ditaati dan berlaku sebagai undang-undang bagi yang pihak-pihak yang bersepakat di dalamnya. KHI dalam Pasal 51 menegaskan bahwa pelanggaran atas perjanjian kawin dapat dijadikan alasan bagi seorang isteri untuk meminta pembatalan nikah. Tujuan untuk melindungi terlaksananya perjanjian kawin dan menjaga hak isteri dengan ketentuan pasal tersebut terlihat kontradiktif karena pembatalan nikah sebagai konsekuensi atas pelanggaran perjanjian kawin memiliki akibat hukum yang tidak ringan, baik bagi kedua pihak pasangan suami isteri maupun anak dari pernikahan tersebut. Kondisi ini memberikan alasan bagi penyusun untuk melakukan penelitian terkait ketentuan Pasal 51 KHI tersebut. Secara khusus, penyusun mencoba menganalisis ketentuan KHI Pasal 51, untuk mengetahui secara lebih jelas bagaimana pelanggaran perjanjian kawin dapat dijadikan sebagai alasan untuk meminta pembatalan nikah dan bagaimana hukum Islam memandang ketentuan KHI Pasal 51 tersebut. Untuk mengkaji ketentuan tersebut, penelitian ini bersifat kualitatif didasarkan pada berbagai sumber pustaka. Pendekatan yang digunakan ialah yuridis dan normatif. Mengkaji ketentuan KHI tersebut dengan asas-asas hukum dan berdasarkan al-Qur'an dan hadis. Kerangka teoretik yang dipakai untuk menganalisa menggunakan qaidah fiqhiyyah dan metode interpretasi hukum. Bertolak dari hasil penelitian ditemukan bahwa pelanggaran perjanjian kawin yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk meminta pembatalan nikah ialah pelanggaran yang sama sekali tidak melaksanakan isi perjanjian namun meski tingkatan pelanggarannya belum mencapai tahap itu, sudah membuat kehidupan rumah tangga menjadi goyah dan bila diteruskan akan semakin buruk bagi kelangsungan pernikahan maka dapat dijadikan sebagai alasan untuk dapat meminta pembatalan nikah. Mafsadah yang timbul akibat pembatalan nikah lebih ringan dari pada mafsadah yang diterima isteri ketika harus meneruskan pernikahan yang mengancam kehidupan rumah tangga dan tidak dapat mencapai tujuan pernikahan. Hal ini merupakan salah satu prinsip kemaslahatan yang dapat diambil dari pembatalan nikah. Kemudian pelanggaran yang dilakukan bukan pelanggaran terhadap perjanjian taklik talak. Ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam meski diyakini berasal dari proses ijtihad. Karena tujuan ketentuan tersebut adalah untuk mencapai kemaslahatan. Hanya saja, ketika dituangkan dalam bentuk ketentuan resmi, ia juga dituntut mengandung kejelasan makna dan kepastian hukum, oleh karena itu ketentuan KHI Pasal 51 harus lebih diperjelas. %Z Pembimbing : Drs. Supriatna, M.Si. Hj. Fatma Amilia, S.Ag, M.Si.