@phdthesis{digilib24944, month = {December}, title = {KEWARISAN KHUN{\.S}{\=A} MUSYKIL (PERSPEKTF MAZHAB HANAF? DAN MAZHAB SY{\=A}FI??)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 11360066 RIF?ATUL MUNAWWARAH}, year = {2016}, note = {Dr. ALI SODIQIN, M.Ag.}, keywords = {Khun{\.s}{\=a} Musykil, Khun{\.s}{\=a} Ghairu Musykil, Waria, Transeksual, Mazhab Hanaf{\^i}, Mazhab Syaf{\^i}?{\^i}. Hermaprodit.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24944/}, abstract = {Pada dasarnya Allah SWT menciptakan makhluk berpasang-pasangan; siang-malam, jantan-betina, panas-dingin, besar-kecil, dan sebagainya, termasuk laki-laki dan perempuan. Selain itu Allah SWT juga menciptakan manusia dengan ketidakjelasan status kelaminnya, yakni bukan laki-laki dan bukan perempuan. Orang dengan ketidakjelasan status kelaminnya ini disebut khun{\.s}{\=a}. Khun{\.s}{\=a} adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (kelamin laki-laki dan kelamin perempuan) atau orang yang tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. Dalam al-Qur?an jelas di kemukakan secara detail mengenai hukum kewarisan, yang jelas pembagiannya masing-masing antara laki-laki dan perempuan. Namun, belum ditemukan dalam al-Qur?an mengenai hukum waris bagi khun{\.s}{\=a}. Maka dalam skripsi ini akan dijelaskan pendapat mazhab Hanaf{\=i} dan mazhab Sy{\=a}f{\^i}?{\=i} dalam menetapkan kewarisan khun{\.s}{\=a} musykil. Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dan difokuskan pada penelaahan, pengkajian, dan pembahasan literaturliteratur baik klasik maupun modern. Adapun pendekatan yang digunakan penyusun dalam penulisan skripsi ini yaitu menggunakan pendekatan u{\.s}{\=u}l al-fiqh untuk menjelaskan dan menganalisis aspek metodologi kedua mazhab (Syaf{\^i}?iyah dan Han{\^a}fiyah) dalam menetapkan hukum waris bagi khun{\.s}{\=a} musykil, baik berkaitan dengan dalil yang digunakan mau pun berkaitan dengan pemahaman dalil, dan aspek pembagian warisan bagi khun{\.s}{\=a} musykil. Hasil dari penelitian ini adalah, madzhab Hanaf{\=i} dan mazhab Sy{\=a}f{\^i}?{\=i} samasama berpendapat bahwa cara dalam menentukan status khun{\.s}{\=a} dapat dilihat darimana ia mengeluarkan air kencing dan dilihat tanda-tanda kedewasaannya. Apabila khun{\.s}{\=a} telah jelas status hukumnya apakah ia laki-laki atau perempuan, maka kemudian berlaku pulalah hukum laki-laki dan perempuan padanya dalam segala hal, seperti pernikahannya, ibadahnya, dan kewarisannya. Madzhab Hanaf{\=i} dan mazhab Sy{\=a}f{\^i}?{\=i} juga berpendapat sama tentang bagian yang diperoleh khun{\.s}{\=a} musykil yaitu, memberikan bagian yang terkecil diantara dua bagian laki-laki dan bagian perempuan. Namun, yang berbeda dari kedua pendapat mazhab tersebut adalah bahwa mazhab Sy{\=a}f{\^i}?{\=i} membagikan bagian terkecil kepada khun{\.s}{\=a} musykil dan ahli waris lainnya, kemudian menangguhkan dahulu sisa dari pembagiannya, sedangkan menurut mazhab Hanaf{\=i} memberikan bagian yang terkecil kepada khun{\.s}{\=a} musykil saja, sedangkan ahli waris yang lainnya tidak mendapat bagian yang terkecil. Dalam artian, menurut mazhab Hanaf{\=i} tidak ada penangguhan.} }