@phdthesis{digilib25049, month = {February}, title = {AYAT-AYAT JIHAD DALAM HIKAYAT PRANG SABI KARYA TEUNGKU CHIEK PANTE KULU}, school = {UIN Sunan Kalijaga}, author = {NIM. 13531162 NAZARUDDIN}, year = {2017}, note = {Dr. Muhammad Alfatih Suryadilaga, S.Ag., M.Ag.}, keywords = {JIHAD, HIKAYAT PRANG SABI, TEUNGKU CHIEK PANTE KULU}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25049/}, abstract = {Terlepas dari persoalan kepengarangan, Hikayat Prang Sabi sebagai karya sastra perlawanan lahir atas tanggapan dari agresi militer Belanda 1873. Kemasan kisah yang dibangun baik secara fakta maupun fiktif telah membangkitkan rasa antusiasme rakyat untuk terjun ke medan jihad. Timbul pertanyaan, sebenarnya karya seperti apa hikayat tersebut dan apa yang melandasinya. Berdasarkan pertanyaan dasar di atas, fokus kajian ini diarahkan pada ayat-ayat al-Quran yang dikutip oleh pengarang dalam Hikayat Prang Sabi. Apakah landasan utama hikayat tersebut berasal dari al-Quran dan al-Hadits, kemudian ayat seperti apa yang dicantumkan dalam hikayat dan bagaimana relevansi serta konsep yang dibangun? Maka dari itu kajian ini akan dideskripsikan dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitik. Adapun ayat tersebut kemudian diolah berdasarkan susunan struktural HPS untuk memudahkan dalam proses memahami jihad yang dimaksud dalam konteks Hikayat Prang Sabi. Hal tersebut dikarenakan HPS merupakan karya yang bersifat kesatuan arah dalam menjelaskan maksudnya. Dari HPS tersebut, terlihat bahwa konsep jihad yang dibangun berdasarkan ayat-ayat al-Quran. Secara umum, bentuk konsep tersebut sebagaimana yang terjadi di berbagai wilayah lainnya di mana suatu bangsa mempertahankan dan membela tanah air dan agamanya dari proyek kolonialisme-imperialisme. Namun, konsep dalam HPS secara lebih spesifik mengarah pada ayat 111 dari surat Al- Taubah, hal demikian berdasarkan beberapa pertimbangan. Di antaranya (1) ayat tersebut merupakan pembuka dari ayat-ayat lain, (2) ayat disebutkan berulang kali, kurang lebih lima kali bahkan lebih, (3) relevan dengan konteks Aceh saat itu di mana hubungan kaum laki-laki dan perempuan seakan terdapat sekat yang membatasinya, terlebih bagi mereka yang sedang menempuh studi di dayah-dayah yang jauh dari kehidupan perempuan. Sehingga apa yang dilukisakan terkait bidadari surga, pengaruhnya sangat menentukan.} }