@phdthesis{digilib25627, month = {December}, title = {TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWARISAN DI MINANGKABAU (STUDI KRITIS TERHADAP HARTA PUSAKA TINGGI)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 98353019 WILLIAM}, year = {2003}, note = {1. DRS. SUPRIATNA 2. GUSNAM HARIS, S.Ag, M.Ag}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25627/}, abstract = {pembahasan tentang tinjauan hukum Islam terhadap sistem kewarisan di Minangkabau studi kritis atas harta pusaka tinggi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai jawaban dari pokok masalah yang diteliti: 1. Harta pusaka tidak bisa dimiliki dan dikuasai secara individual karena harta pusaka tinggi adalah milik kaum yang diwarisi secara kolektif. Harta pusaka tmggi adalah amanat dari nenek moyang untuk dijaga dan dikembangkan oleh anggota kaum untuk keperluan generasi berikutnya. Harta pusaka tinggi digunakan bersarr.a oleh keluarga yang masih terkait pada rumah. 2. Harta pusaka tinggi yang ada bisa disebut dengan harta wakaf dalam Islam, karena harta wakaf tidak dimiliki oleh perseorangan melainkan bersama-sama dan tidak dapat diwariskan kepada individu melainkan hanya dapat diwariskan peranan atau pengurusan terhadap harta tersebut. Yang sedikit membedakan ialah harta pusaka tinggi dimiliki dan dimanfaatkan secara bersama hanya dalam kelompok atau kaum itu dan orang di luar kaum itu tidak bisa memanfaatkan apalagi untuk memiliki, kalau harta wakaf dapat dimanfaatkan tanpa memandang suku. Pewarisan menurut adat adalah peralihan peranan da1am pengurusan dan pengelolaan harta pusaka milik bersama, bukan peralihan harta ke tangan pribadi untuk dimiliki secara pcrorangan. Hukum kewarisan dalam Islam terbatas pada peralihan harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup semata-mata akibat kematian itu. Perahhan itu berlaku dengan sendirinya, tidak tergantung pada keinginan yang memiliki harta dan juga tidak pada permintaan dari yang akan menerima peralihan itu.} }