%0 Thesis %9 Skripsi %A HILALUDDIEN, NIM. 99533177 %B FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2005 %F digilib:25756 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K ‘Aisyah Abdurrahaman bint al-Syati %T KEBEBASAN BERAGAMA DALAM AL-QUR’AN (STUDI TERHADAP PENAFSIRAN ‘AISYAH ABDURRAHAMAN BINT AL-SYATI) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25756/ %X Kebebasan beragama pada dasamya telah muncul di Eropa Barat abad pertengahan. Namun hal tersebut baru mencuat setelah Reformasi tahun 1517. Karenanya, setelah tahun 1517 dibuatlah kesepakatan-kesepatan untuk memberikan kebebasan beragama. Resistensi terhadap pengangkangan kebebasan beragama ini ditandai dengan adanya gagasan pembelaan nilai-nilai kemanusian seperti yang ditawarkan oleh John Locke, yang berisi upaya untuk menciptakan "Kebebasan Beragama" dengan cara mengkritik agama yang tidak humanis. Perjalanan agama-agama di Barat menyangkut kebebasan beragama juga dialami oleh umat Islam, walaupun hal itu tidak sama persis. Sejarah Islam setelah sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Teijadi peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang murtad (iriddah). Pembunuhan itu sering didasarkan pada sumber ajaran Islam. Disamping itu konsep zimmah dan jiz ’ah yang dianggap oleh kalangan pemikir Islam sebagai ajaran deskriminatif dan ekploitatif. Padahal sumber ajaran Islam (al-Qur’an) memberi kebebasan seluas-luasnya dalam hal beragama, baik berupa kebebasan untuk memilih beragama, kebebasan untuk tidak beragama, ataupun kebebasan untuk tidak percaya (atau tidak beriman kepada Allah). Dalam menafsirkan al-Qur’an, 'Aisyah ‘Abdurrahman bint al-Syati’ melakukan studi terhadap al-Qur’an, serta bagaimana ia menggagas konsep kebebasan beragama yang terkandung di dalamnya sebagai sebuah aktivitas hermeneutika. Bint al-Syati’ memaknai kebebasan beragama dalam al-Qur’an dengan pemaknaan sistemik yang menghubungkan dua variabel kemanusiaan yaitu status kekhalifahan manusia sebagai tujuan penciptaan dan pelaksanaannya sebagai akibat dari status kekhalifahan tersebut. Dengan pemaknaan sistemik tersebut Bint al-Syati’ memetakan kebebasan manusia dalam al-Qur’an secara eksplisit menjadi empat model, kebebasan dan perbudakan (huniyyah wa al-riq), kebebasan akidah huriyyah al- ‘aqidah), kebebasan berpendapat (huniyyah al- ‘aql wa al-ra’yi), dan kebebasan berkehendak huniyyah al-iradaB). Dalam konteks historis, gagasan bint al-Syati’ tentang kebebasan manusia tersebut tidak terlepas dari pengaruh besar guru sekaligus suaminya, Amin al-Khuli, yang oleh pengamat dianggap sebagai perintis dan pelopor studi al-Qur’an dengan metode filologis dan linguistik modem pasca al-Zamakhsyari. Bahkan gagasan bint al-Syati’ sendiri dipandang sebagai pengejawantahan sempuma dari metode studi al-Qur’an Amin al-Khuli. Latar belakang sosio-historis tersebut tidak dapat dilepaskan dari latar belakang biografis bint al-Syati' dalam kehidupan masa kecilnya dengan situasi dan kondisi konservatif tradisional. %Z Drs. Muhammad Yusuf, M.Si