@phdthesis{digilib26579, month = {May}, title = {KONSTRUKSI PEMIKIRAN CANDAH DALAM AHMADIYAH QADIAN (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM ISLAM)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 13380053 HAMKA HUSEIN HASIBUAN}, year = {2017}, note = {DR. Moh. Tamtowi, M. Ag}, keywords = {pemikiran candah, Ahmadiyah Qadian, {\d t}ar{\=i}qah istinb{\=a}{\d t} al-a{\d h}k{\=a}m, filsafat hukum Islam}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26579/}, abstract = {Skripsi ini mengkaji konstruksi pemikiran candah dalam Ahmadiyah Qadian. Alasan memilih candah sebagai objek kajian adalah karena (1) dengan candah, Ahmadiyah Qadian menafsirkan nash-nash zakat, infak dan sumbangan keagamaan lainnya ?berbeda? dengan penafsiran mainstream; (2) candah tidak hanya diwajibkan kepada orang kaya tetapi juga kepada orang miskin; (3) adanya klaim sesat yang dilontarkan oleh beberapa kalangan karena mereka menganggap Ahmadiyah mengganti kewajiban zakat dengan kewajiban candah. Berangkat dari tiga poin tersebut, ada dua pertanyaan diangkat untuk dikaji. Pertama, bagaimana konstruksi dan landasan filosofis candah dalam Ahmadiyah Qadian? Kedua, bagaimana {\d t}ar{\=i}qah istinb{\=a}{\d t} al-a{\d h}k{\=a}m Ahmadiyah Qadian dalam menentukan kadar candah? Skripsi ini menggunakan tinjauan filsafat hukum Islam dengan fungsi konstruktif; di mana filsafat berfungsi untuk membina, membangun, serta mempersatukan cabang-cabang hukum Islam dalam satu kesatuan yang utuh. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan metode kualitatif, yaitu menganalisis muatan dari literatur yang terkait dengan penelitian, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Setelah melakukan penelitian, ditemukan bahwa candah ini merupakan bentuk konstruksi ulang Ahmadiyah Qadian terhadap ayat-ayat yang berbicara mengenai infak ?sebagai wujud pengorbanan harta (al-ta{\d d}{\d h}iyah al-m{\=a}liyah)? dengan menjadikan fakta historis, berupa Sunnah Nabi sebagai landasan filosofisnya. Menurut Ahmadiyah Qadian, pengorbanan harta (al-ta{\d d}{\d h}iyah alm{\=a}liyah) dalam Islam sudah ada bersamaan dengan adanya Islam, akan tetapi karena adanya kewajiban zakat pada tahun ke-2 hijriah (ke-14 dari kerasulan), maka pengorbanan harta (al-ta{\d d}{\d h}iyah al-m{\=a}liyah) menjadi tertutupi dan kurang diperhatikan. Berangkat dari adanya dialog dan interelasi antara teks, akal, dan realitas yang hidup; dan dengan melihat adanya perbedaan realitas yang dihadapi oleh Ahmadiyah Qadian dengan realitas pada awal-awal Islam, maka ketentuan mengenai kadar, waktu, dan lembaga yang mengelola candah perlu diatur dan ditentukan. Berdasarkan ini, maka muncul ketentuan kadar dan variasi dari candah, yaitu wajib: Chandah Wa{\d s}iyyat (1/10 s/d 1/3), Chandah ?Am (1/16), dan Chandah Jalsah Salanah (1/10 dan/atau 1/20); dan suka rela: Chandah Tahrik Jadid, Chandah Waqf Jadid, dan candah situasional lainnya. Adapun metode Ahmadiyah Qadian dalam menentukan kadar candah (1/10, 1/16, 1/20, dan 1/3) adalah metode talf{\=i}q-bay{\=a}n{\=i}, yakni kombinasi dari kadar yang sudah ada ketentuannya dalam Islam, dengan tetap berpegang kepada redaksi teks (bay{\=a}n{\=i}). Di mana ketentuan kadar candah mengikuti kadar maksimal wasiat dan zakat pertanian. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari {\d t}ar{\=i}qah istinb{\=a}{\d t} al-a{\d h}k{\=a}m Ahmadiyah Qadian yang menempatkan Al-Quran, Hadis, dan akal secara hierarkis. Dalam Al-Quran dan Sunnah, tidak ditemukan mengenai ketentuan kadar infak. Otomatis, ketika tidak ditemukan dalam kedua sumber tersebut, maka penggalian hukumnya diserahkan kepada rasio para ahli, yakni Mirza Ghulam Ahmad dan para Khalifah Ahmadiyah.} }