@phdthesis{digilib2658, month = {June}, title = {JILBAB DALAM PANDANGAN YUSUF AL-QARADAWI DAN MUHAMMAD SAID AL-ASYMAWI}, school = {UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta}, author = { MASLAN NIM: 03360244}, year = {2009}, note = {Pembimbing : Drs. H. Fuad Zein, MA. H. Wawan Gunawan S.Ag., M.Ag.}, keywords = {Jilbab, Yusuf Al-Qaradawi, Muhammad Said Al-Asymawi.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2658/}, abstract = { ABSTRAK Selama ini ada yang menganggap agama sebagai institusi yang melanggengkan diskriminasi dan ketimpangan gender. Di samping itu, agama juga dianggap melakukan marginalisasi dan penindasan terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena agama (Islam) telah menjustifikasi perempuan dalam agamanya sebagai makhluk yang lemah. Berangkat dari hal ini, kemudian lahir para pemikir feminis yang berusaha melakukan apresiasi atas ketidakadilan gender yang selama ini dirasakan. Tuntutan yang disuarakan intinya terletak pada kesetaraan dan persamaan hak bagi laki-laki dan perempuan dalam segala bidang kehidupan. Salah satu isu kontroversial dalam perbincangan feminisme adalah mengenai penggunaan jilbab bagi perempuan. Jilbab merupakan salah satu dari sekian banyak isu yang menimbulkan pro dan kontra. Kontroversi mengenai jilbab disebabkan sebagian orang muslim menganggapnya sebagai perintah Allah SWT. yang diberikan lewat al-Qur{\~A}?{\^a}??{\^a}??{\~A}?{\^A}?n. Sementara sebagian lainnya, baik muslim maupun non muslim, menganggapnya sebagai praktek yang tidak beradab. Dari sekian banyak ulama yang mengetengahkan pandangannya tentang jilbab, terdapat dua tokoh yang penyusun anggap dapat merepresentasikan dua kutub pemikiran dalam Islam, yaitu Y{\~A}?{\^A}?suf al-Qarad{\~A}?{\^A}?wi dan Muhammad Sa{\~A}?{\^A}?d al-Asymawi. Untuk itu, penyusun skripsi ini mencoba untuk mengetahui bagaimana yang digunakan oleh kedua tokoh ini dalam merumuskan konsep jilbab dan bagaimana argumen dan pandangan keduanya dalam menentukan hukum jilbab. Berdasarkan kedua pokok masalah tersebut, maka penyusun mencoba mendeskripsikan keduanya sebelum melakukan perbandingan. Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif komparatif, yaitu meneliti bagaimana ketentuan-ketentuan yang ada dalam keduanya, terutama mengenai konsep jilbab menurut pandangan Yusuf al-Qaradawi dan Muahammaad Said al-Asymawi. Kemudian digunakan metode induktif dalam rangka menjelaskan konsep jilbab menurut keduanya selanjutnya dicari persamaan dan perbedaan. Menurut al-Qarad{\~A}?{\^A}?wi, jilbab adalah baju yang longgar seperti baju kurung yang digunakan untuk menutupi aurat perempuan. Motivasi dari penggunaan jilbab, menurutnya adalah sebagai intrumen agar mudah dibedakan dari perempuan-perempuan kafir dan nakal. Jilbab juga harus digunakan sebagaimana format dulu, tidak hanya berorientasi sebagai tindakan preventivif, namun sebagai kewajiban kaum perempuan untuk menutup auratnya. Sedangkan menurut Muhammad Sa{\~A}?{\^A}?d al-Asymawi, penamaan penutup kepala secara salah kaprah dengan sebutan hij{\~A}?{\^A}?b, dan melandaskannya dengan ayat-ayat al-Qur{\~A}?{\^a}??{\^a}??{\~A}?{\^A}?n, merupakan perkara yang bukan dari agama sama sekali. Itu tak lebih hanya upaya mencari-cari hukum syariah dengan suatu yang bukan pada konteksnya, dan dengan ayat yang tidak bermaksud begitu. Secara ekplisit al-Asymawi menjelaskan surat an-Nur ayat 31 hanya meluruskan tradisi busana yang sudah menjadi trend zaman itu, dengan penekanan pada menutup dada dan agar tidak memperlihatkannya. Ini sama sekali tidak ada relevansinya dengan perintah menutup kepala. Pakaian adalah masalah tradisi dan kebiasaan, dia bukan masalah kewajiban dan ibadah. Justru yang diinginkan secara syariat dan agama adalah bagimana supaya perempuan berlaku sopan (juga laki-laki) dan masing-masing pihak menjaga kehormatannya dan tidak menampakkan auratnya. Dari sini dapat ditarik kesimpulan dari kedua konsep jilbab tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Dengan demikian, pembahasan tentang perbandingan jilbab menurut Y{\~A}?{\^A}?suf al-Qarad{\~A}?{\^A}?wi dan Muhammad Sa{\~A}?{\^A}?d al-Asymawi akan lebih menarik di tengah krisis akhlak yang terjadi dalam dunia Islam sekarang ini. } }