@phdthesis{digilib2686, month = {June}, title = {TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TUNTUTAN NAFKAH TERHUTANG DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA}, school = {UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta}, author = { AHMAD DARSUKI NIM: 04350005}, year = {2009}, note = {Pembimbing : Udiyo Basuki, S.H., M. Hum. Drs. Slamet Khilmi, M.S.I.}, keywords = {Nafkah terhutang, Pengadilan Agama.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2686/}, abstract = { ABSTRAK Pengadilan Agama Yogyakarta salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang perdata tertentu antara orang-orang yang beragama Islam dan berdasarkan hukum Islam. Ketika seorang suami melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami seperti tidak memberikan nafkah selama ikatan perkawinan masih berlangsung, maka isteri bisa mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Agama karena hal tersebut menjadi nafkah terhutang yang harus dipertanggungjawabkan dan dibayar terhadap isteri kecuali isteri membebaskan nafkah terhutang tersebut. Dengan demikian, apabila ada tuntutan dari isteri mengenai nafkah terhutang dari suami di sini belum ada kejelasan mengenai bagaimana ketentuan-ketentuan nafkah terhutang dari suami di Pengadilan Agama dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap ketentuan-ketentuan nafkah terhutang dari suami. Dalam hal ini penyusun meneliti menggunakan pendekatan yuridis dan normatif. Metode yang digunakan dalam menganalisis problem yang ada adalah deskriptif-analisis. Setelah dilakukan deskripsi dari hasil penelitian, dilakukan analisis secara kritis berdasarkan Undang-Undang yang berlaku yang ada hubungannya dengan perkara ini. Kemudian berdasarkan hukum Islam yang bersumber dari nas al-Qur{\~A}?{\^a}??{\^a}??an, hadis, kaidah fikih dan lain-lain yang berkaitan dengan pokok masalah yang penyusun teliti. Hasil penelitian mengenai ketentuan-ketentuan mengenai nafkah terhutang dari suami di Pengadilan Agama menunjukkan bahwa semua nafkah, kiswah yang telah lampau yang masih belum dipenuhi oleh suami harus dilunasi pada pihak isteri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 24 ayat (2) huruf a jo. dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 136 ayat (2) huruf a yang menyatakan bahwa Pengadilan dapat menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami. Sedangkan dalam hukum Islam mengenai ketentuan-ketentuan nafkah terhutang dari suami, apabila yang terjadi adalah keengganan dari pihak suami dengan melalaikan kewajibannya tanpa memberi nafkah terhadap isteri selama ikatan perkawinan berlangsung sedangkan sebab dan syarat isteri untuk mendapatkan nafkah sudah terpenuhi, maka nafkah yang tidak dibayar sewaktu ikatan perkawinan tersebut secara otomatis menjadi hutang yang harus dipertanggungjawabkan kecuali kalau dilunasi dan dibebaskan oleh isteri. } }