@phdthesis{digilib27239, month = {March}, title = {HUKUM DONOR ASI (ANALISIS FATWA MUI NO.28 TAHUN 2013 TENTANG SEPUTAR DONOR ASI)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA}, author = {NIM. 13350007 Khotifatul Defi Nofitasari}, year = {2017}, note = {Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A.}, keywords = {donor ASI, air, susu, ibu, hukum Islam}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27239/}, abstract = {Di Indonesia, urgensi dari pemberian ASI untuk bayi mendorong kemunculan aktivitas donor ASI yang dikoordinir menjadi satu gerakan. oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia sebagai pencetus fatwa keagamaan terbesar di Indonesia mengeluarkan fatwa tentang hukum Donor ASI. Terdapat polemik dalam fatwa No.28 Tahun 2013 tentang donor ASI, karena dalam fatwa tersebut diterangkan bahwa donor ASI dapat menyebabkan kemahraman apabila mencapai kadar yang ditentukan karena tidak mempermasalahkan cara penyusuan. Oleh karena itu, kebolehan donor ASI dalam Fatwa MUI ini, ditakutkan akan menimbulkan mafsadah munculnya saudara susuan yang banyak dan tidak jelas. Fatwa pembolehan donor ASI tersebut berlandaskan pada beberapa dasar hukum Islam, baik berupa nas, kaidah-kaidah fikih, pendapat ulama madzhab terdahulu dan pendapat ulama anggota Komisi Fatwa MUI. Skripsi ini membahas dua pokok masalah, yaitu bagaimana istinb{\=a}{\d t} hukum yang digunakan MUI dalam penetapan Fatwa donor ASI serta relevansi Fatwa terhadap kondisi masyarakat Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan mengumpulkan buku dan data, baik primer maupun sekunder yang menjelaskan tentang Fatwa MUI No.28 Tahun 2013 tentang donor ASI. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, dengan pendekatan Normatif dan menggunakan metode penetapan fatwa MUI serta Ilmu Sosiologi Hukum Islam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam menetapkan Fatwa donor ASI, MUI menggunakan metode penetapan fatwa yang telah disepakati. MUI memberikan beberapa syarat yang ketat dalam pelaksanaanya agar dapat menekan mafsadah yang akan terjadi. Secara metodologis, pertimbangan kebolehan donor ASI dan Fatwa MUI berlandaskan pada metode ra?y isti{\d s}lahi, yaitu pertimbangan {\d d}arrurah (kematian bayi) dan Hajjah (kesehatan dan perkembangan akal bayi). Dilihat dari maslahah dalam segi keselarasan dengan nas, fatwa ini masuk dalam Masla{\d h}ah al-Mu?tabarah, yaitu maslahah yang diperhatikan oleh syar?i dengan adanya petunjuk langsung maupun tidak langsung di dalam nas. Salah satunya adalah s{\=u}rah Al-Baqarah(2): 233 yang berisi tentang kebolehan penyusuan bukan kepada ibu kandung. Pertimbangan kebolehan wanita muslimah memberikan donor ASI kepada bayi nonmuslim berlandaskan pada surah Al-Mumtahanah(60): 8 yang berisi perintah untuk berlaku adil kepada kafir {\.z}immi. Fatwa MUI tentang donor ASI relevan untuk dijadikan pedoman masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan terbitnya fatwa tersebut disebabkan adanya pertanyaan dan aktivas yang berkembang di masyarakat, tingkat kebutuhan ASI yang tinggi serta selaras dengan program pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tahun 2012 tentang ASI ekslusif. Namun, masih perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat supaya masyarakat faham atas apa yang tertera dalam fatwa donor ASI tersebut.} }