%0 Thesis %9 Skripsi %A FERHADZ AMMAR MUHAMMAD, NIM. 12370024 %B Fakultas Syariah dan Hukum %D 2017 %F digilib:28270 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %K santri, siyāsah Islāmiyyah, agama, negara. %P 145 %T PEMIKIRAN SIYĀSAH ISLĀMIYYAH KH. A. WAHID HASYIM %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28270/ %X ABSTRAK K.H. Abdul Wahid Hasyim merupakan salah satu penggagas format kebangsaan dan kenegaraan. Lahir sebagai putra pendiri Nahdlatul Ulama, Wahid Hasyim dibesarkan dari tradisi berpikir kritis pesantren, sekaligus juga mewarisi kharisma dari sang ayahanda. Namun berbeda dari kebanyakan putra tokoh tersohor saat itu, nalar berpikir ‘santri’ Wahid Hasyim tidak melulu berkutat di sekitar pesantren saja, melainkan terbuka dengan segala diskursus yang berkembang. Inklusifitas diri terhadap macam ideologi golongan telah membawanya sebagai sosok penting yang kerap menjadi jembatan antar pemikiran yang debatable, terutama kontribusinya kaitannya dengan Sila ke-1. Guna mempermudah deskripsi mengenai Wahid Hasyim, penulis menggunakan pendekatan sejarah dan filsafat lewat gerakan sosial-politik keagamaannya dan beberapa catatan yang memuat tulisan sekaligus pidatonya. Setelah mendapat gambaran yang utuh itu, penulis menganalisis pemikiran Wahid Hasyim dengan menggunakan teori dalam siyāsah Islāmiyyah dan kajian kritis untuk menyelidiki pola pikir dan konsepsi “Ketuhanan- Kedaulatan Rakyat” Wahid Hasyim dalam tradisi pemikiran Islam. Hasil yang diperoleh adalah pola pikir Wahid Hasyim dibentuk dari tradisi berpikir kritis pesantren dan pengalaman hidupnya. Kebiasaan menjawab persoalan wāqi’iyyah (faktual) dalam tradisi musyawarah (bahśu al-masāil) pesantren ditambah dengan bahan bacaan latin dari banyak bahasa telah membuatnya menjadi cendekiawan yang inklusif- demonstratif. Kedekatannya dengan masyarakat pedesaan ditambah persentuhannya dengan banyak pemikir pembaharu baik dalam maupun luar negeri menjadikannya moderat di antara kubu-kubu fanatisme. Sehingga praktik keagamaan dan kebangsaan yang diusung Wahid Hasyim adalah manifestasi dari nilai ketuhanan dengan wajah kemanusiaan. Adapun mengenai Islam dan negara, Wahid Hasyim bertipologi pemikir substansial-moderat. Ia tidak menafikan doktrin Islam dalam kehidupan bernegara, akan tetapi tidak juga memaksakan kanunisasi dalam konstitusi. Meski awalnya Wahid Hasyim terlihat menghendaki formalitas Islam, akan tetapi karena alasan ittihād (persatuan) sesuai kaidah maşlahah al-‘āmmah, ia beralih menjadi penengah antara sekuler dan formalis. Itu menunjukkanWahid Hasyim sebagai tipologi pemikir yang demokratis dan mengakomodir dua pendapat ekstrem dengan mencari persamaan daripada perbedaan di antara keduanya. %Z Dr. AHMAD YANI ANSHORI, M. Ag. NIP. 19731105 199603 1 002.