@phdthesis{digilib28397, month = {August}, title = {AL-QURAN SEBAGAI AL-MUHAIMIN}, school = {UIN Sunan Kalijaga}, author = {NIM. 13530082 Fuji Nur Iman}, year = {2017}, note = {Dr. Phil Sahiron Syamsuddin MA}, keywords = {Al-Qur'an, Al Muhaimin, Tafsir Al-Maraghi}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28397/}, abstract = {Perbincangan Al-Quran sebagai al-muhaimin tidak lain merupakan persoalan perihal salah satu kedudukan Al-Quran atas kitab-kitab terdahulu. Dalam pada itu, para ulama berbeda pendapat terkait dengan pemaknaan kedudukan Al-Quran sebagai muhaimin atas kitab-kitab terdahulu. Beberapa berpendapat bahwa kedudukan Al-Quran dalam arti tersebut tidak lain adalah sebagai saksi atas kitab-kitab terdahulu, sementara beberapa pendapat yang lain mengatakan bahwa dalam arti yang sama Al-Quran menaskh keberadaan kitab-kitab terdahulu. Guna menyelesaikan persoalan tersebut Al-Tabari kemudian menjadi alternatif dalam penelitian ini. Setidaknya terdapat dua alasan kenapa penelitian ini menjadikan Al-Tabari sebagai objek kajian. Pertama, tafsirnya Ja{\ensuremath{>}}mi? Al-Baya{\ensuremath{>}}n ?An Ta?wi{\ensuremath{>}}l ?A{\ensuremath{<}}y Al-Qur?an disebut-sebut sebagai salah satu tafsir bil matsur yang paling agung. Kedua, Al-Tabari merupakan salah satu mufasir yang kerap melakukan analisis linguistik dimana analisis tersebut dianggap sebagai salah satu analisis yang cukup otoritatif dalam khazanah tafsir Al-Quran. Namun demikian, bukan berarti kebenaran penafsiran Al-Tabari mutlak. Kebenaran tafsirnya tentu tetap bersifat relatif dan tentatif. Artinya, Al-Tabari juga tidak bisa terlepas dari situasi maupun problem-problem tertentu ketika ia berinteraksi dengan teks Al-Quran. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka hermeneutika filosofis Hans Georg Gadamer kemudian menjadi alternatif sebagai pisau untuk membedah penafsiran Al-Tabari. Adapun beberapa pokok pemikiran hermeneutika Gadamer antara lain adalah kesadaran akan pengaruh sejarah, pra-pemahaman, dan asimilasi horison. Melalui teknik pengumpulan data deskritif-analitik penelitian ini mencoba mendeskripsikan secara sistematis persoalan-persoalan terkait kedudukan Al-Quran sebagai al-muhaimin menurut Al-Tabari serta analisis melalui kerangka berfikir hermeneutikan Hans Georg Gadamer. Penelitian ini pada akhirnya menghasilkan sejumlah kesimpulan. Pertama, bagi Al-Tabari kata al-muhaimin berasal dari kata Al-Haimanati yang serupa dengan kata Al-Hifdu (menjaga) dan Al-Irtiqab (mengawasi). Al-Tabari berpendapat bahwa kata muhaimin dalam Q.S. Al-Maidah ayat 48 merupakan athaf dari kata musaddiq. Selain itu, Al-Tabari juga berpendapat bahwa kedudukan Al-Quran sebagai muhaimin adalah membenarkan kitab-kitab sebelumnya, sebagai saksi atas kebenaran kitab-kitab sebelumnya bahwa kitab-kitab tersebut datang dari Allah swt, mempercayai keberadaannya, dan menjaga kandungannya. Kedua, dalam kacamata hermeneutika Hans Georg Gadamer pandangan Al-Tabari selaras dengan beberapa riwayat yang dia kutip. Riwayat itu pula yang akhirnya menjadi modal awal Al-Tabari sebelum menafsirkan kata muhaimin dalam Q.S. Al-Maidah ayat 48. Dalam pada itu, analisis linguistik dan adanya kebutuhan akan tafsir bil matsur merupakan asimilasi horison yang menghiasi penafsiran Al-Tabari.} }