%A NIM. 1520510014 SITI FAUZIYAH %O Dr. Munawar Ahmad, S.S., M.Si., %T NEGOSIASI MUKA MASYARAKAT DESA BEDA KEYAKINAN STUDI INTERAKSI MASYARAKAT BERBASIS KEYAKINAN (NAHDLATUL ULAMA, MUHAMMADIYAH, DAN MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN) DI DUSUN PAKELREJO, DESA PIYAMAN, WONOSARI, GUNUNG KIDUL) %X Keanekaragaman agama dan faham dalam agama di Indonesia, seperti halnya keanekaragaman suku bangsa, merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Penduduk Dusun Pakelrejo mayoritas beragama Islam, namun terdapat tiga cara beragama, yakni Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan MTA. MTA yang berada di Dusun Pakelrejo terus melakukan proses negosiasi muka terhadap penganut Muhammadiyah dan NU untuk dapat mempertahankan identitas mereka dan dapat melakukan kebiasaan yang sering dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses negosiasi identitas yang terjadi sesama komunitas berkeyakinan dalam mewujudkan bina damai. Adapun metode pada penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori negosiasi muka yang dikemukakan oleh Stella Ting Toomey. Rumusan Masalah dalam penelitian ini: bagaimana proses negosiasi identitas yang terjadi sesama komunitas beda paham keagamaan dan bagaimana kekuatan transaksi identitas terhadap bina damai yang tinggal dan menetap lama di Dusun Pakelrejo. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada tahap negosiasi identitas, penganut MTA menginginkan citra dirinya terpenuhi untuk tidak dikekang dan diakui oleh penganut Muhammadiyah dan NU, karena penganut MTA merasa nyaman dengan keyakinannya. Namun, tanggapan masyarakat baik NU dan Muhammadiyah menolak. Hal tersebut ditunjukkan melalui perilaku muka secara langsung yakni menghindari komunikasi atau avoiding dan menjaga jarak terhadap penganut MTA. Gaya konflik penganut MTA untuk terus melakukan negosiasi muka dengan cara defend. Penganut NU, menggunakan gaya aggression dan express emotion. Adapun penganut Muhammadiyah menggunakan gaya konflik defend dan express emotion. Komunikasi Post Theistic yang dicetuskan oleh Auguste Comte menjadi pola baru transaksi muka untuk bisa mencapai bina damai. Harapan komunikasi dalam ranah Post Theistic yakni terciptanya kehidupan beragama yang harmonis meskipun beda paham, beda teologi, dan beda cara beribadah. Oleh karena itu, komunikasi Post Theistic menjadi fenomena relasi antar keyakinan untuk bisa mencapai integrating. Komunikasi Post Theistic akan lebih berhasil jika setiap pembicaraan antara orang yang berbeda paham tidak menyangkut soal keyakinan masing-masing, akan tetapi lebih menunjukkan kerjasama dalam kehidupan tanpa melihat keyakinan diri masing-masing. Sikap saling memahami dan terbuka untuk saling akomodasi, serta didukung komunikasi yang berkelanjutan, antar penganut mampu terjalin kesadaran koeksistensial. Hal ini ditunjukkan melalui sikap saling mambantu dan membutuhkan antar penganut MTA, Muhammadiyah, NU, seperti: kerja bakti, donor darah, makan bersama, dan hubungan timbal balik dalam memenuhi kebutuhan pokok. %K Beda Keyakinan, Studi Interaksi Masyarakat, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majlis Tafsir Al-Qur’an %D 2017 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib28452