%0 Thesis %9 Masters %A RADIYATUN ADABIYAH, NIM. 1520510036 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2017 %F digilib:28461 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Kenabian, Perspektif Ibnu Sīnā %P 141 %T KENABIAN PERSPEKTIF IBNU SĪNĀ DAN KRITIK TERHADAPNYA %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28461/ %X Setiap agama yang ada tentu mendasarkan ajaran-ajarannya pada wahyu. Kata “nabi” berasal dari kata naba yang berarti “dari tempat yang tinggi” semestinya mempunyai kemampuan untuk melihat ke tempat yang lebih jauh (prediksi masa depan), yang disebut nubuwwah. Sebagaimana diketahui bahwa agama Islam mengambil ajaran-ajarannya yang berasal dari langit dengan sumber utamanya adalah al-Qur„ān sebagai wahyu yang langsung dan as-Sunnah sebagai wahyu yang tidak langsung. Dalam suasana yang penuh dengan berdebatan tentang kenabian, muncullah al-Fārābī dan Ibnu Sīnā yang memiliki pengaruh yang sangat besar di dunia intelektual. Pengetahuan tentang kenabian ini lebih dikenal sebagai “filsafat kenabian”. Pemikiran Ibnu Sīnā tentang kenabian yang telah dijelaskan bahwa ia mengakui kenabian itu dimiliki oleh nabi yang disebutnya dengan intuisi suci yaitu suatu daya paling tinggi yang dapat diperoleh manusia sebagai nabi, dengan daya inilah para nabi dapat melakukan kontak langsung dengan Akal Murni tanpa harus bekerja keras untuk mencapainya. Selain dari itu, Ibnu Sīnā juga mengakui pernyataan al-Fārābī bahwa kenabian juga terjadi karena adanya daya imajinasi atau disebut dengan al-mutakhaiyyilah. Namun pernyataan lainnya Ibnu Sīnā telah mengukuhkan bahwa asal wahyu adalah Akal Aktif, hal demikian menuai berbagai perdebatan di dunia filosof. Sebagai filosof muslim, Ibnu Sīnā dan al-Fārābī tidak pernah melupakan ajaran dari filosof Yunani, sehingga menjadikan keduanya berbeda dari filosof muslim lainnya seperti al-Ghazālī, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyyah, al-Jābirī. Seperti halnya al-Ghazālī, sangat menentang teori kenabian dari al-Fārābī dan tentu Ibnu Sīnā juga terlibat di dalamnya karena Ibnu Sīnā mengikuti jejak filosof sebelumnya yaitu al-Fārābī terutama masalah kenabian. Dalam pemikiran al-Ghazālī, kenabian dapat diakui menurut riwayat dan dapat diterima menurut pertimbangan pikiran. Lain halnya dengan Ibnu Rusyd yang mengemukakan tiga jenis kritik kepada Ibnu Sīnā yaitu pertama, Ibnu Sīnā terpengaruh oleh premis-premis teologi terutama premis-premis dialektika yang telah diusung oleh al-Asy„ari. Kedua, Ibnu Sīnā tepengaruh oleh dimensi-dimensi sufistik yang putus asa akan kemampuan akal. Ketiga, Ibnu Sīnā juga sering menisbahkan pemikiran Aristoteles namun tidak ditemukan dalam berbagai karyanya. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan berbagai komentar dan tanggapan para filosof muslim terhadap pemikiran Ibnu Sīnā tentang teori kenabian. Pada penelitian ini, penulis mendasarkan pandangan pada berbagai rujukan primer maupun sekunder yang mendukung hadirnya sebuah sanggahan terkait pembahasan tentang kenabian menurut Ibnu Sīnā. Setelah dilakukannya sebuah analisis dari berbagai karya para filosof yang telah mengemukakan pandangannya terhadap pemikiran Ibnu Sīnā, sehingga penulis mengetahui bahwa hadirnya kritik terhadap Ibnu Sīnā tidak lain adalah munculnya berbagai bentuk penyampaian dalam sebuah susunan bahasa yang berbeda-beda. %Z Prof. Dr. H. Fauzan Naif, M.A.,