@phdthesis{digilib30504, month = {January}, title = {PENCABUTAN HAK POLITIK TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA}, author = {NIM. 13360035 MUCHAROM TUNGGAL JATI}, year = {2018}, note = {Dr. H. FUAD, M.A. Drs. ABDUL HALIM, M.Hum}, keywords = {Hukum, Pencabutan Hak Politik, UU TIPIKOR, Jarimah Ta?zir.}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30504/}, abstract = {Di Indonesia, tindak kejahatan korupsi masuk daftar extraordinary crime. Pada rentang waktu antara tahun 2013-2015 hukum positif di indonesia menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik sebagai tambahan setelah dijatuhkan hukuman pokoknya. Dalam putusan tersebut terjadi pro kontra dikalangan akademisi dan praktisi hukum. Maka dari itu, penulis mencoba meneliti bagaimana pencabutan hak politik ini dalam sudut pandang hukum Islam dan hukum positif. Penelitian ini terpusat pada penelitian pustaka dengan sumber berupa UU tindak pidana korupsi, buku yang mebahas tentang korupsi dalam hukum Islam dan kitab-kitab. data yang didapat dari sumber yang ada dideskripsikan atau dijabarkan kemudian selanjutnya diolah dengan teori terkait. Dalam penelitian ini digunakan teori perbandingan, maqhasid asy- syariah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptrif-analitik-komparatif. Dari hasil penelitian didapati hasil hukum positif Hukum pidana tambahan sebagai konsekuensi bagi pelaku tindak pidana korupsi dan tidak dapat berdiri sendiri. Hukuman tambahan mengikuti hukuman pokok. Hukum Islam mengenai pencabutan hak politik termasuk hukuman pelengkap dan masuk jarimah ta?zir ketentuanya didasari keputusan hakim. Aspek persaaman antara hukum positif dan hukum Islam tentang hukuman pencabutan hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan ijtihad para hakim, dasar pemberian hukuman sanksi tambahan dilihat dari kejatahan yang dilakukkannya. Aspek perbedaan antara hukum positif dan hukum Islam yaitu pada hukum Islam berdasarkan kepentingan masyarakat umum serta pemberian hukuman tambahan dikembalikan pada hakim, dari segi hukum Islam berdasarkan kepentingan masyarakat, serta pemberian hukuman tambahan pada seseorang yang mempunyai jabatan yang tinggi yang seharusnya mejadi panutan. Dan keduanya terletak pada landasan hukum dalam penetaapan hukum tambahan.} }