@phdthesis{digilib30526, month = {February}, title = {IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA}, author = {13370060 AMALIA LATHIFAH}, year = {2018}, note = {SITI JAHROH , S.H.I., M.S.I.}, keywords = {kawasan tanpa rokok, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, sistem hukum}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30526/}, abstract = {Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan upaya perlindungn dan penjaminan hak bagi masyarakat untuk menghirup udara bersih tanpa adanya asap rokok. Dalam Perwal No. 12 Tahun 2015, terdapat delapan kawasan yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar, mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, fasilitas olahraga, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum. Akan tetapi, aturan kawasan tanpa rokok sampai saat ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Penelitian skripsi ini mengambil studi di Kwasan Wisata Malioboro dan Kantor Balaikota Yogyakarta dengan judul ? Implementasi Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok?. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yakni mendeskripsikan dan menganalisa implementasi aturan kawasan tanpa rokok di Kawasan Malioboro Yogyakarta dan Kantor Balaikota Yogyakarta. Selanjutnya, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang meliputi observasi dan wawancara langsung dengan ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, UPT Malioboro, masyarakat Kawasan Malioboro, serta pegawai di Kantor Balikota Yogyakarta. Untuk menganalisis data penyusun menggunakan analisis kualitatif dengan metode induktif , serta pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori sistem hukum dari Lawence M. Friedman dan teori fiqh siyasah dari Abdul Wahhab Khallaf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi aturan kawasan tanpa rokok belum sepenuhnya efektif, khususnya di kawasan Malioboro. Adapun kekurangefektifan aturan kawasan tanpa rokok tersebut dapat ditinjau dari tiga komponen, yaitu dari struktur hukum, pihak yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan tersebut terlihat belum maksimal dalam melaksanakan tugasnya, baik dari segi kuantitas sumber daya manusia yang minim serta belum adanya koordinasi antara pihak yang berwenang dengan instansi pemerintah yang lain. Dari subtansi hukum, ada beberapa pasal yang belum memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Kemudian, dari budaya hukum nampak masyarakat belum sepenuhnya mendukung aturan ini. Selanjutnya, peran Dinas Kesehatan dalam penerapan aturan kawasan tanpa rokok belum sepenuhnya menerapkan konsep fiqh siyasah, meskipun mencegah kemudaratan (penyakit degeneratif akibat rokok) dan menjamin terealisirnya kemaslahatan adalah salah satu tujuan dari fiqh siyasah. Dalam penerapannya, Dinas Kesehatan masih mengabaikan prinsip-prinsip fiqh siyasah antara lain, prinsip musyawarah, prinsip persamaan, prinisp keadilan, prinsip amanah, dan prinsip hak asasi manusia.} }