eprintid: 30700 rev_number: 12 eprint_status: archive userid: 6 dir: disk0/00/03/07/00 datestamp: 2018-12-13 08:01:56 lastmod: 2018-12-13 08:02:03 status_changed: 2018-12-13 08:01:56 type: thesis metadata_visibility: show creators_name: WAHYU FAHRUL RIZKI, NIM: 1620310141 title: PERNIKAHAN SEBAGAI SANKSI KHALWAT ispublished: pub subjects: hukum divisions: kum_kel full_text_status: restricted keywords: Penelitian, Hukum Adat note: Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A abstract: Penelitian ini berangkat dari ketertarikan peneliti terhadap hukum adat di Desa Batu Bedulang, Aceh Tamiang yang menikahkan pelaku khalwat secara paksa, tanpa menunggu persetujuan baik dari pihak pelaku khalwat maupun kedua orang tua pelaku. Begitu kuatnya hukum adat seakan-akan vonis hukuman yang diberikan kepada pelaku khalwat melebihi apa yang telah ditentukan oleh Qanun jinayat tanpa memikirkan dampak yang timbul pasca pernikahan akibat khalwat. Ketidak siapan pelaku khalwat dalam menikah menyebabkan rentannya perceraian yang pada akhirnya tidak “tercapai prinsip dan tujuan pernikahan”. Pernikahan sebagai sanksi khalwat, seakan-akan hanya sekedar seremonial belaka untuk memenuhi regulasi adat yang mewajibkan pelaku untuk menikah sekalipun ia tidak zina. Dari problematika tersebut, peneliti berupaya menjawab tiga pertanyaan penting. Pertama, mengapa pemangku adat lebih cenderung memutuskan kasus khalwat berdasarkan hukum adat ketimbang Qanun No. 6/2014 Tentang Hukum jinayat yang sudah diqanunkan oleh pemerintah Aceh?; Kedua, Kenapa pemangku adat menjadikan pernikahan sebagai sanksi khalwat?; Ketiga, Apa argumentasi pemangku adat menjadikan pernikahan sebagai sanksi khalwat?. Dari tiga pertanyaan di atas, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi hukum dengan menggunakan teori Max Weber yang dinamakan sebagai “Interpretative understanding”. Teori tersebut bertujuan ingin memahami perilaku sosial dengan cara menjelaskan sebab-sebab, perkembangan dan bagaimana berlakunya hukum di masyarakat. Di samping itu peneliti juga menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan dengan menggunakan teori Ibn Khaldun dalam rangka mempelajari relasi timbal balik antara pemikiran dan masyarakat. Ali Sodiqin menamakannya sebagai pengetahuan keagamaan dan emosional keagamaan. Penelitian ini menemukan tiga hasil penemuan penting. Pertama, masyarakat Batu Bedulang tidak paham dengan Qanun jinayat, bahkan meraka sama sekali tidak mendapatkan sosialisasi hukum dari Dinas syariat Islam. Sehingga mereka mengimplementasikan regulasi adat yang sudah dijalankan secara turun temurun yang diyakini jauh sebelum Qanun ada, sekitar pada abad ke-17 pada pemerintahan Sri Sultanah Ratu Safiyyatuddin. Kedua, terdapat tiga faktor kenapa pemangku adat menjadikan pernikahan sebagai sanksi khalwat. Pertama, tuntutan hukum adat. Kedua, malu dari pihak perempuan. Ketiga, pencegahan perzinaan. Ketiga, ada dua argumentasi pemangku adat menjadikan pernikahan sebagai sanksi khalwat. Pertama, Q.S. Al-Isra‟(17):32.“Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan seburuk-buruk cara”. Larangan khalwat merupakan “pencegahan dini” bagi perbuatan zina dan meminimalisir angka perzinaan. Kedua. Pemangku adat mendapat legitamasi hukum dari pemerintah Aceh melalui Qanun No. 10/2008 Tentang Lembaga Adat. date: 2018-02-13 date_type: published pages: 155 institution: UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA department: Pascasarjana thesis_type: masters thesis_name: other citation: WAHYU FAHRUL RIZKI, NIM: 1620310141 (2018) PERNIKAHAN SEBAGAI SANKSI KHALWAT. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA. document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30700/1/1620310141_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30700/2/1620310141_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf