relation: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30833/ title: PANDANGAN IBN HAZM TENTANG IZIN WALl DALAM PERNIKAHAN JANDA creator: NLKMATUL ULFA, NIM : 99353443 subject: Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah description: Allah tidak menurunkan suatu aturan atau hukum tanpa disertai hikmah tertentu yang membawa pada terwujudnya kemaslahatan bagi hamba-Nya. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud hukum­ hukum-Nya tersebut yang salah satunya mengenai ketentuan Allah tentang izin wali dalam pernikahan seorang janda. Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang janda dibedakan dengan gadis dalam hal izin wali dalam pernikahan. Bahwa, janda lebih berhak untuk menentukan kehendaknya dan wali tidak berhak untuk memaksanya menikah sehingga ia dapat menikah sekaligus tanpa izin wali. Adapun untuk seorang gadis, hak menikah sangat tergantung pada walinya, bahwa pernikahannya baru dikatakan sah jika dengan izin wali. Asy-Syafi'r membolehkan ayah menikahkan anak perempuannya yang masih gadis sekalipun tanpa izin, yakni dengan mafhum al-Mukhalafah (paham sebaliknya) atas h!ldis. "A.!>:-Sayyibu Ahpqqu bi NafsihajfNafsiha-min Waliha-Wa a! Bikru Yasta 'zanu A huha- Wa !zrzuha-Spmaluha ..... Bahwa, "Janda lebih berhak atas dirinya dari pada wali schingga untuk gadis, hak itu ada pada ayah, karena kalau hak itu ada pada gadis, tentunya keduanya tidak dibedakan." Gadis, karena belum berpengalaman dan tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang kehidupan rumah tangga, sehingga ayah (wali) dapat Ayah dapat menikahkan tanpa izin sebagai bentuk perlindungan dan memberikan kebaikan bagi putrinya, sedang atas janda tidak demikian. Dia dapat dengan bebas menentukan kehendak yang terbaik dan untuk kemaslahatan dirinya, sehingga wali tidak berhak untuk . campur tangan. Abul-I!lnifah mengatakan bahwa dengan adanya kedewasaan yang dimiliki olrh seorang perempuan dengan tanpa melihat statusnya, apakah masih gadis atau janda, maka berarti telah mampu melakukan akad apapun termasuk akad nikah, yaitu dengan diqiyaskan pada akad jual beli, bahwa antara laki-laki dan perempuan yang sudal}, dewasa, berhak secara bebas menentukan ada dan tidaknya akad tersebut. wali baru dilibatkan ketika ternyata perempuan tersebut menikah dengan laki-laki yang tidak sekufu. Ibn H!izm tidak membolehkan ayah memaksakan kehendak kepada anaknya, juga tidak membolehkan wanita menikah tanpa izin dari walinya. Karena itu, kedua unsur tcrsebut harus ada. Sekalipun terhadap seorang janda, di mana ia tidak berbeda dengan gadis dalam hal izin wali dalam pernikahan. a! in_i didasarkan adanya bayan h!ldis.: "Ayyu lmraatin Nakahpt ..." atas h!ldis: "As­ Sayyibu Ahpqqu bi Nafsiha .. " sehingga apa yang menjadi bayan tersebut wajib diyakini dan diamalkan serta otulah yang dikehendaki Syari dalam menetapkan suatu hukum. Olch karena itu, jika ingin mcngctahui hukum Allah, akan mcndapatkan pcnjelasannya di dalam al-Qur'an dan as_Sunnah. Pertnikahan adalah sebuah ikatan yang kuat, milsaq af-Ghalidha yang . tidak hanya menyatukan dua hati yang bcrbeda (suami-istcri), namun juga untuk mcmperkuat hubungan kekcluargaan dan pcrsaudaraan. Oleh karena itu, sekalipun yang mcnjalani secara langsung pcrnikahan itu ·sendiri adalah mempelai, namun date: 2004-08-02 type: Thesis type: NonPeerReviewed format: text language: id identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30833/1/BAB%20I%2C%20V%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf format: text language: id identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30833/2/BAB%20II%2C%20III%2C%20IV.pdf identifier: NLKMATUL ULFA, NIM : 99353443 (2004) PANDANGAN IBN HAZM TENTANG IZIN WALl DALAM PERNIKAHAN JANDA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KAIJAGA.