%0 Thesis %9 Skripsi %A AKHMAD KHUSNAENI, NIM. 00350471 %B FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM %D 2005 %F digilib:30844 %I UIN SUNAN KAIJAGA %K Larangan kawin semisan, hukum Islam %P 96 %T TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN KAWIN SEMISAN DI DUSUN PELEMSARI DESA UMBULHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30844/ %X Ketentuan adat tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masih saudara keturunan generasi ketiga (semisan) tidak secara jelas diatur dalam Islam, baik di dalam al-Qur'an maupun hadis, karena prinsipĀ­ prinsip hukum yang ada dalam al-Qur'an mengatur masalah kehidupan secara global sedangkan hadis berfungsi menerangkan maksud dari ayat-ayat al-Qur'an serta membentuk hukum yang tidak ada dalam al- Qur'an. Akan tetapi dalam prakteknya, masyarakat Pelemsari melarang perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masih ada hubungan saudara kerabat satu buyut atau generasi ketiga. Masalah pokok kawin semisan terletak pada pertanyaan, apakah faktor-faktor yang mempengaruhi adanya larangan kawin semisan dan bagaimana larangan kawin semisan ditinjau dari hukum Islam. Setelah masalah larangan kawin semisan tidak diatur dalam al-Qur' an dan hadis, maka penyusun mencari pendapat ulama atau dengan metode ijtihad yang berupa '{hfsebagai kategori adat yang ada dalam masyarakat Pelemsari. Dikarenakan kajian ini merupakan kajian hukum, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang digunakan untuk melihat permasalahan yang terjadi di masyarakat apakah ketentuan itu baik (maslahah) atau tidak baik (madarat) pada masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, khususnya dari wawancara yang mendalam temyata larangan kawin semisan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor kekerabatan, tingkat pendidikan dan keagamaan, ekonomi, restu orang tua, rasa patuh (taat) terhadap wasiat sesepuh dan faktor bencana. Berdasarkan metode yang digunakan, maka terungkap bahwa larangan kawin semisan secara normatif tidak sesuai dengan hukum Islam. Kesimpulan tersebut didasarkan kepada: Pertama Daiam kitab fiqih dijelaskan dengan rinci tentang bentuk-bentuk perkawinan yang dilarang dalam Islam, yaitu: Ni:kah Mut'ah, Muhallil, Tafwiz, Syigar dan nikah yang kurang dari salah satu rukun dan syaratnya. Kedua 'Urf atau adat yang dapat dijadikan dalam penetapan hukmn hanyalah 'urf yang bemilai maslahah dan dapat diterima akal sehat, berlaku umum, tidak brer1entangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan yang haram maupun sebaliknya dan tidak melarang yang dibolehkan. %Z . DRS. ABD. HALIM, M.HUM