%A NIM: 02351629 MUHAMMAD HIDAYAT %O 1.DRS. SUPRIATNA, M.SI 2.MUYASSAROTUSSOLICHAH, S.AG., S.H., M.HUM %T PEMBATALAN POLIGAMI TANPA IZIN ISTERI DAN AKIBATHUKUMNYA (STUDI TERHADAP PUTUSAN P.A. BANTUL NOMOR: 266/PDT.G/2005/PA.BTL) %X Hubungan perkawinan tidak hanya sebagai kontrak hidup antara seorang suami dengan seorang isteri saja, akan tetapi dapat juga seorang suami memiliki isteri lebih dari seorang. Pol a hubungan seperti inilah yang disebut dengan poligami, yang banyak menjadi pcrrnasalahan dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga, sehingga keinginan suarni untuk berpoligarni sering tidak diterima oleh isteri. Me1ihat kenyataan bahwa pelaksanaan perkawinan poligami terutama di Indonesia ini sedikit sulit, karena Undang-Undang menetapkan berbagai persyaratan yang tidak mudah untuk dipenuhi begitu saja, ada kecenderungan di rnasyarakat kita untuk melakukan poligami secara diarn-diam, tanpa sepengetahuan isteri, bahkan tanpa didaftarkan di pencatatan nikah, ada juga yang menggunakan identitas palsu. Dari uraian di atas, penyusunan skripsi ini mernfokuskan pada: I) Bagaimana pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara tersebut?, 2) Bagairnana pula akibat hukurn yang ditimbulkan dengan adanya pembatalan perkawinan tersebut? Penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agarna Bantul. Datanya diambil dari putusan perkara pembatalan poligami tanpa izin isteri No. 266/Pdt.G/2005/PA.Btl), dengan menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Sedangkan pendekatan penelitian ini rnenggunakan pendekatan yuridis-normatif, yang berdasarkan hukum positif (seperti UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan putusan Pengadilan Agama) dan berdasarkan Hukum Islam (al-Qur'an, Hadis dan qa'idah fiqhiyyah). Dari basil penelitian ini ditemukan, bahwa Perkawinan poligami yang dilakukan tanpa izin pihak isteri dan Pengadilan Agama adalah sah menurut agama tapi tidak menurut peraturan Undang-Undang yang berlaku. Menurut Islam dalam melakukan poligami tidak harus ada izin dari isteri tetapi suami sanggup membayar mahar (mas kawin) dan sanggup memberi belanja terhadap isteri-isterinya. Oleh karena itu perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Dalam pernbuktian terhadap perkara telah ada bukti yang sempurna (surat) dengan bukti yang mengikat dan menentukan (pengakuan), oleh sebab itu perkawinan itu sudah dapat terbukti salah karemi tidak seizin isteri dan Pengadilan Agama. Akibat hukum dari pembatalan poligami tersebut mencakup tiga aspek yaitu, pertama: akibat hukum yang berhubungan dengan hubungan bekas suami dan bekas isteri. Ketika perkawinan sudah dibatalkan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, berpisahnya berbeda dengan suami isteri yang berpisah karena talak, namun kewajiban iddah tetap berlaku bagi wanita yang perkawinannya dibatalkan. Sedangkan dalam masalah nafkah terdapat ketentuan yang berbeda yaitu, tidak mendapat nafkah dari mantan suaminya, karena perkawinan dengan akad yang fasid tidak mewajibkan nafkah. Kedua: akibat yang berhubungan dengan anak. Kedudukan anak yang perkawinan kedua orang tuanya dibatalkan adalah tetap sebagai anak sah dari kedua orang tuanya yang perkawinannya dibatalkan. Ketiga: akibat yang berhubungan dengan harta bersama. Dengan adanya harta pribadi masing-masing suami isteri tidak berubah dan tetap menjadi pembatalan perkawinan, maka hubungan suami isteri berakhir dan terhadap miliknya. Terhadap harta bersama maka harta dibagi dua diantara bekas suami dan isteri atau masing-masing bekas suami dan bekas isteri memperoleh separuh. %K Pembatalan poligami %D 2007 %I UIN SUNAN KAIJAGA %L digilib30992