%A NIM. 99353885 ULYA FALATIN %O Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. %T 'IRFANI SEBAGAI SALAH SATU UNSUR EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM %X Dalam mencari arah pengembangan metodologi hokum Islam, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menelaah hukum Islam tersebut dengan kerangka filsafat ilmu, karena metodologi merupakan salah satu bidik refleksi dari filsafat ilmu. Dalam filsafat ilmu terdapat tiga komponen penyangga ilmu, yaitu komponen ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ditinjau dari ketiga komponen tersebut, bahwa dimensi ontologi atau obyek kajian dari Hukum Islam adalah tingkah laku manusia, komponen aksiologi atau dengan kata lain nilai guna dari hukum Islam yaitu merupakan norma atau aturan yang dibuat untuk kebahagiaan dan kemaslahatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Komponen terakhir yaitu epistemotogi yang membahas tentang sumber, sarana untuk mencapai ilmu. Ulama telah sepakat bahwa hukum Islam bersumber dari Allah (syari’ah dan hukum syar'i), sedangkan manusia hanya memahami saja (fiqh) dari hukum tersebut, sehingga ijtihad merupakan permulaan dari epistemologi hukum Islam ini. Peta epistemologi yang tumbuh dan berkembang pada tradisi umat Islam sebagaimana dipaparkan al-Jabiri dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu epistemology Bayani, 'Irfani, Burhani. Jika dikaitkan dengan hukum Islam, maka jenis epistem yang paling sesuai yakni penalaran bayani, yaitu yang bersumber dari teks (al-Qur'an dan hadist) maupun yang berasal dari bukti konkret. Disamping itu, dalam pembentukan hukum Islam ini juga ditunjang dengan penalaraan burhani, karena sebuah hukum harus didasarkan sesuatu yang pasti. Sedangkan penalaran 'irfani, karena hukum Islam tidak merambah kepada yang batin, agaknya aspek ini telah tersingkirkan. Namun demikian bukan berarti 'irfani tidak mempunyai kedudukan dan hak kepadanya, maka dari itu perlu memberikan perhatian secara ilmiah terhadap nalar 'irfani ini. Dalam penalaran 'irfani seseorang akan mendapat ilham atau mimpi yang benar bagi yang menempuh jalan spiritual, sedangkan seorang hakim dapat mengalami hal tersebut dan firasat seorang hakim yang didapat dari ilham dan mimpi yang benar tersebut dapat membantu menyelesaikan suatu kasus hukum. Dimensi lain dari nalar "irfani yaitu berupa pancaran nur Ilahi yang menyinari jiwa manusia dapat melahirkan mental spiritual yang baik, sehingga seorang hakim yang berijtihad menyelesaikan kasus hukum jika ditunjang dengan penghayatan dan pemahaman melalui zawa serta memperoleh penyinaran dari cahaya Allah, maka akan dapat melihat jernih suatu persoalan dan hukum yang dihasilkan akan benar-benar bermoral dan beriktikad baik. Meskipun 'irfani ini kebenarannya bersifat intersubyektif, namun kebenarannya dapat dirasakan oleh siapa saja melalui penghayatan. %K 'irfani, unsur epistemology, hukum islam %D 2004 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib31018