TY - THES N1 - Drs. Supriatna, M.Si. ID - digilib31222 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31222/ A1 - MUSTHOFA KAMAL, NIM. 99353461 Y1 - 2003/12/18/ N2 - Salah satu syarat dan rukun yang penting untuk keberlangsungan pernikahan dalam Islam adalah adanya wali. Para fuqaha telah mengklasifikasi wali nikah menjadi tiga, pertama adalah wali nasab, dan kedua adalah wali hakim. Ditinjau dari segi kekuasaannya, ada dua perwalian yaitu wali mujbir (wali yang mempunyai kuasa untuk memaksa) dan wali ghairu mujbir yaitu yang tidak ada kuasa untuk memaksa tetapi memberikan pilihan kepada si wanita. Dalam literatur fikih klasik, yang menjadi wali mujbir adalah ayah dan kakek (bapak dari bapak). Wali mujbir ini bisa menikahkan anak atau cucu perempuannya tanpa seijin dari si gadis tersebut. Hak ijbar (pemaksaan) inilah yang kemudian menjadi salah satu persoalan fikih yang saat ini banyak mendapat sorotan dan kritikan. Praktek ijbar (pemaksaan) inilah yang biasa dianggap sebagai salah satu bentuk ketidakadilan terhadap wanita. Secara historis, konsep ijbar ini sudah menjadi perbincangan para fuqaha sejak dahulu sampai sekarang. Salah satu fuqaha yang mempunyai konsep tentang ijbar adalah Mahmud Syaltut. Skripsi ini mengkaji tentang konsep ijbar dalam konteks pernikahan menurut Islam serta bagaimana konsep kebebasan wanita menentukan pasangannya menurut pandangan Mahmud Syaltut dan bagaimana relevansinya dengan konteks permasalahan sekarang. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka atau literature (library research) yang bersifat deskriptif-analitis. Analisis data dilakukan menggunakan metode berfikir induktif dan deduktif, dan menggunakan pendekatan normatif (pendekatan yang berbasis pada konsep fuqaha klasik tentang ijbar) dan dengan pendekatan hermeneutic, yaitu mengkaji dan meneliti sebuah teks berasal dari masa lalu, dalam konteks apa suatu teks ditulis, bagaimana komposisi bahasa teks, bagaimana pengungkapannya, apa yang dikatakannya dan bagaimana pandangan hidup (prinsip) seluruh teks. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1. Hanafi berpendapat bahwa wanita yang sudah dewasa dianggap mampu melakukan segala aktivitas yang menyangkut persoalan dirinya, termasuk untuk menikahkan dirinya sendiri, sementara wali mujbir hanya ada bagi anak yang belum dewasa baik laki-laki maupun wanita. Adapun menurut Imam Syafi?I, Imam Malik dan Imam Hambali, wali mujbir dapat memaksakan pernikahan kepada wanita perawan tanpa persetujuannya. 2. Mahmud Syaltut memadukan kedua golongan tersebut di atas dengan memposisikan pandangannya sebagai middle road (jalan tengah) dikarenakan pada masanya marak dengan diskursus kebebasan wanita. Urgensi dan signifikansi pemikiran Syaltut tentang kebebasan wanita dalam menentukan pasangan terletak pada kedewasaan wanita tersebut secara substantif dan kualitatif. Syaltut dalam hal ini menggunakan metode qiyas. PB - UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KW - ijbar KW - fikih munakahat KW - wanita dalam Islam KW - hukum perkawinan Islam M1 - skripsi TI - IJBAR DAN KEBEBASAN WANITA MENENTUKAN PASANGAN DALAM PERSPEKTIF MAHMUD SYALTUT AV - restricted EP - 142 ER -