%0 Thesis %9 Skripsi %A JAENAL SARIFUDIN, NIM. 98353091 %B FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM %D 2005 %F digilib:31468 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K pemikiran Yusuf al-Qaradhawi, poligami dan keluarga berencana (KB) %P 136 %T PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG POLIGAMI DAN KELUARGA BERENCANA (KB) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31468/ %X Beragam dan kontroversialnya permasalahan poligami dim KB terns bergulir dalam perbincangan ulama. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Ada juga yang membolehkan dengan berbagai persyaratan. Yusuf al-Qaradhawi adalah salah satu faqih kontemporer yang dengan tegas membolehkan kedua praktek ini dalam konteks kehidupan berkeluarga. Hal tersebut mengundang peneliti untuk mengkaji faktor yang melatarbelakangi kebolehan pendapat Yusuf al-Qaradhawi tentang poligami dan KB serta pertimbangan hukum yang dipergunakan. Berdasarkan penelitian dengan pendekatan normatifterhadap pemikiran Yusuf al-Qaradhawi secara runtut dengan pertimbangan hukum yang dipergunakannya bcrdasarkan ketentuan dalam al-Qur'an dan hadis dan bersifat deskriptif analitik, maka dapat disimpulkan bahwa Yusuf al-Qaradhawi termasuk ulama yang memperbolehkan praktek poligami dengan syarat terpenuhinya alasan-alasan yang dapat dibenarkan syara '. Hal terpenting dari syarat poligami adalah terpenuhinya keadilan di antara para istri. Ia mengemukakan pembelaan tentang dibolehkannya poligami sebagai bantahan atas tuduhan Barat terhadap Islam yang dianggap tidak bermoral. Kemudian sebagai kritik terhadap sebagian pemikir Islam sendiri yang ia nilai begitu Iancang merubah hukum Allah. Terakhir, Yusuf al-Qaradhawi menegaskan bahwa sesuatu yang telah dibolehkan Allah, termasuk poligami, pasti mengandung kemaslahatanjika dilakukan sesuai koridor syara '. Adapun tentang praktek KB,Yusuf al-Q(lradhawi membolehkannya dengan sejumlah alasan. Praktek KB menurutnya didasarkan pada praktek 'azl dan dengan melihat pada keumuman ayat-ayat al-Quran, bahwa berkeluarga kecil dengan tujuan agar dapat melaksanakan pendidikan anak dengan baik, memelihara kesehatan keluarga, menyeimbangkan antara kebutuhan dan kemampuan, serta menjaga keselamatan agama agar jangan sampai merasa terdesak melanggar ketentuan agama dengan alasan tanggungan keluarga yang berat dapat dibenarkan. %Z Drs. H. Dahwan, M.Si,