%A NIM. 1620011004 REZA BAKHTIAR RAMADHAN %O Prof. Noorhaidi, S.Ag, M.A. M.Phil, Ph.D %T FENOMENA JILBAB BARU DI MESIR: TRANSFORMASI GERAKAN FEMINISME MESIR PADA MASA PEMERINTAHAN HUSNI MUBARAK %X Fenomena jilbab baru di Mesir merupakan fenomena populer yang menarik perhatian publik. Fenomena tersebut dibangun dari wacana perdebatan intelektual seputar feminisme, gender, demokrasi, globalisasi dan Islamisme, yang saling bersinggungan, dan akhirnya membentuk konstruksi wacana jilbab baru. Mesir di masa rezim Mubarak mengalami diskontinuitas ekonomi, yang secara sistemik sosial berakibat munculnya inisiasi dari perempuan untuk terlibat aktif menggugat hal tersebut. Stratifikasi kelas sosial yang mewarnai kontestasi sosiopolitik Mesir, lantas memunculkan agen perubahan, yang kemudian dikenal dengan perempuan kelas menengah, yang sekaligus menjadi aktor gerakan feminisme. Partisipasi aktif perempuan tersebut, juga berupaya menegosiasikan dikotomi antara privat dan publik yang selama ini telah mengakar kuat dalam budaya patriarkhi masyarakat Arab, khususnya Mesir. Tak pelak melahirkan perdebatan baru dikalangan intelektual terhadap hal tersebut. Sehingga tulisan ini hadir guna mengurai fenomena jilbab baru tersebut. Tren gerakan feminisme Mesir selalu mengalami perubahan pola perjuangan disetiap masanya, tergantung pada keadaan sosial-politiknya. Kaum perempuan memiliki agenda politik yang harus dicapainya. Menghadapi hal itu, mereka merasa sistem dikotomi privat dan publik dalam budaya patriarkhi Mesir menjadi dinding penghalang yang harus dihancurkan. Bersamaan dengan itu, kebangkitan ideologi Islam politik yang digawangi Ikhwan al Muslimin mulai digencarkan dengan menarget masyarakat akar rumput, yang tak pelak melahirkan kesalehan dalam ruang publik. Mobilisasi masa yang dilakukan kalangan Islamis ini bersinggungan dengan gerakan perempuan, yang lantas melahirkan pola gerakan baru, seperti gerakan Islamis feminis. Gerakan tersebut menggunakan jilbab baru sebagai simbol perlawanan terhadap benturan antara budaya patriarkhi dan kebebasan sipil. Dalam tulisan ini, saya menemukan pola transformasi gerakan feminisme Mesir yang di masa sebelumnya terkesan frontal dalam melawan dominasi kuasa, namun kini berubah seiring berjalannya waktu. Pola accommodating protest (menerima tetapi tetap protes) digunakan perempuan kelas menengah dengan lebih dinamis. Sebab model protes tersebut lebih dekat dengan strategi negoisasi yang bertujuan mendamaikan pihak-pihak yang bertentangan dengan menawarkan instrument alternatif. Perlu ditegaskan bahwa jilbab baru bukan hanya sekedar identitas belaka, melainkan telah berproses menjadi simbol perlawanan kaum perempuan kelas menengah dalam partisipasi aktifnya dalam ruang publik pada masa pemerintahan Husni Mubarak di Mesir, yang ditandai dengan melonjaknya angka pekerja perempuan pada masa itu. %K Jilbab baru, Gerakan Feminisme, Ruang Publik, Husni Mubarak. %D 2018 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib32083