%A NIM. 1620311027 EKA YUHENDRI %O PROF. DR. SYAMSUL ANWAR, MA %T PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI; STUDI PERBANDINGAN DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA %X Pengalaman sejarah dalam pengelolaan haji di negeri ini sudah cukup lama, bahkan jauh sebelum negeri ini lahir, penyelenggaran haji sudah dilaksanakan baik secara mandiri maupun berkelompok hingga muncul Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Implementasinya pemerintah dituntut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan haji yang menjadi agenda rutin nasional setiap tahun. Bahkan, telah ditunggu (waiting lish) oleh calon jemaah haji hingga 18-25 tahun mendatang, di Malaysia mencapai 94-106 tahun. Namun sayang, masih banyak perdebatan dalam pelaksanaannya baik dari segi penggunaan akad, pengelolaan keuangan haji, sarana hingga SDM yang belum memadai. Selain itu, jarang sekali disentuh dan dilakukan studi oleh akademisi secara mendalam. Oleh karena itu, studi ini dimaksudkan untuk melakukan perbandingan konstruksi akad terkait penyelenggaraan haji yang berimplikasi pada pengelolaan keuangan haji dengan pendekatan bisnis dan investasi. Sebagai suatu studi yang menggunakan metode kualitatif, studi ini menggunakan model kodifikasi-dokumentasi dari sejumlah reference kepustakaan yang terdiri dari bahan-bahan primer, sekunder, dan tersier. Data tersebut kemudian dikaji secara deskriptif, analitis, dan kritis. Fokus studi ini untuk menelaah data di yang telah diperoleh menggunakan pendekatan komparatifnormatif, yaitu dengan menggali informasi mengenai akad, implikasi akad terhadap pengelolaan keuangan haji di Indonesia dan Malaysia. Dengan menggunakan kerangka kerja di atas, peneliti menyimpulkan bahwa; Pertama, konstruksi akad haji pada masing-masing negara adalah Indonesia menggunakan Akad Wakalah, Malaysia menggunakan skema Akad Wadi‟ah Yad adh-Dhamanah. Penulis menyimpulkan bahwa kedua akad di atas telah sah (ṣaḥiḥ) secara syarak karena telah memenuhi rukun dan syaratnya, namun dengan catatan bahwa masih dimungkinkan untuk menggunakan skema akad lain misalkan akad tidak bernama yang kemudian dinamai dengan ”akad haji” pada awal penyetoran atau pendaftaran calon jemaah haji dan hal inilah yang mestinya juga digali oleh pemerintah di kedua negara. Kedua, Implikasi dari kedua akad di atas berlaku bagi kedua pihak, tidak lain adalah akibat hukum akad yang melekat pada kedua pihak yang berakad maupun terhadap isi dari akad itu sendiri. Dalam arti bagi calon jemaah haji haruslah mematuhi tata tertib-aturan dari pemerintah. Bagi pemerintah selaku pamangku tanggung jawab dari jemaah haji memberikan pembinaan, fasilitas dan jaminan keamanan. Begitu juga pengelolaan keuangan ada konsekuensi syarak yang mengisyaratkan untuk dikelola dengan pendekatan bisnis serta investasi, mestinya transparansi dan kesyariahannya tetap terjaga. Ketiga, hasil dari beberapa perbandingan konsep dan mekanisme pengelolaan keuangan haji, bagi penulis Indonesia jauh lebih rumit ketimbang Malaysia. Namun, dibalik kerumitan itu dapat disimpulkan bahwa dengan berbekal pengalaman dan sistem yang dipersiapkan sedemikian rupa Indonesia lebih siap untuk melakukan reaktualisasi nilai-nilai yang telah disepakati. Begitu pula manajemen investasi yang baru hanya sebatas pada empat instrumen keuangan Islam, akan bertambah dan merambah pada sektor lain. %K Akad, Pengelolaan Keuangan Haji, Indonesia-Malaysia %D 2018 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %L digilib32864