%0 Thesis %9 Skripsi %A HAPPY NUR’AFNI ROUDHIYAH, NIM. 12350089 %B FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM %D 2018 %F digilib:33009 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K perjanjian perkawinan, harta bersama, putusan Mahkamah Konstitusi %P 135 %T TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM KASUS PERJANJIAN PERKAWINAN ATAS HARTA BERSAMA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 69/PUU.XIII/2015) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33009/ %X Suami dan istri dalam menjalani kehidupan rumah tangganya dapat membuat perjanjian perkawinan sebagai salah satu sarana dalam mencapai tujuan perkawinan. Perjanjian perkawinan seperti yang diatur di Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan oleh kedua belah pihak atas persetujuan bersama yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 69/PUU/XIII/2015 menyatakan bahwa perjanjian perkawinan boleh dilaksanakan setelah perkawinan dilangsungkan. Perjanjian perkawinan umumnya menyangkut masalah harta bersama. Alquran tidak memerintahkan dan tidak pula melarang harta bersama itu dipisahkan atau dipersatukan. Sekalipun Alquran ataupun hadis tidak menetapkan secara eksplisit mengenai harta bersama dalam perkawinan, tetapi boleh atau tidak boleh ada perjanjian mengenai harta bersama dalam perkawinan dapat pula dikaji melalui prinsip-prinsip umum hukum Islam. Penelitian ini akan membahas bagaimana dasar-dasar dan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan yang kemudian ditinjau dari Hukum Islam. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang bersifat deskriptif-analitis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat dokumentatif dengan sumber primer putusan MK No. 69/PUU.XIII/2015. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif dan pendekatan yuridis. Perjanjian perkawinan atas harta bersama boleh dilakukan. Menurut hukum Islam, Pada dasarnya tidak ada harta bersama, namun hukum Islam mengenal penyatuan harta dalam bentuk syirkah. Pada asalnya hukum syirkah adalah boleh, begitu pula dengan hukum perjanjian perkawinan atas harta bersama karena tidak ada nash yang melarangnya. Adanya putusan MK No. 69/PUU.XIII/2015 merupakan pembaharuan hukum terkait waktu pelaksanaan perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan atas harta bersama dalam perkawinan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum serta mecapai keadilan terutama keadilan konstitusional bagi para pihak. Selain itu perjanjian perkawinan berfungsi sebagai antisipasi terhadap adanya kemungkinan perselisihan atau ketegangan dalam suatu perkawinan. Dengan diadakannya perjanjian perkawinan akan memperjelas status harta dalam perkawinan. %Z DRS. SUPRIATNA, M.Si.