%0 Thesis
%9 Masters
%A NAILI AZIZAH, NIM. 1620310110
%B PASCASARJANA
%D 2018
%F digilib:33926
%I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
%K Perempuan, Sultan, Keistimewaan, dan Putusan Mahkamah  Konstitusi
%P 170
%T ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUUXIV/  2016 TENTANG UJI MATERI TERHADAP PASAL 18 AYAT (1)  HURUF M UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG  KEISTIMEWAAN DIY  (KAJIAN TERHADAP POLEMIK KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI YOGYAKARTA)
%U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33926/
%X Wacana mengenai pengangkatan pemimpin perempuan di Yogyakarta  menjadi polemik baik bagi masyarakat Yogyakarta maupun bagi Undang-undang  Keistimewaan. Karena dalam Undang-Undang Keistimewaan telah memuat pasal  mengenai persyaratan calon Gubernur/ calon Wakil Gubernur yaitu dalam Pasal  18 ayat (1) huruf m yang berisi “yang memuat, antara lain, riwayat pendidikan,  pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak”. Tidak sedikit masyarakat yang  mengganggap bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Undang-undang dasar  dan demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Lalu Mahkamah Konstitusi  mengabulkan gugatan masyarakat untuk menghapus pasal tersebut, dan  mengeluarkan Putusan Nomor 88/PUU-XIV/2016 tentang penghapusan frasa istri  dan anak dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m.  Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini  adalah penelitian kepustakaan (empiric library), yakni prosuder penelitian yang  menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, dengan  melakukan kajian normatif serta menguatkan dengan hasil wawancara.  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis empiris historis  (Statute Approach). Bahan hukum yang digunakan adalah data primer dan data  sekunder yaitu data yang diperoleh melalui informasi yang sudah tertulis dalam  bentuk dokumen serta hasil dari wawancara kepada beberapa Ahli, baik tokoh  agama maupun akademisi. Sedangkan metode analisa yang digunakan adalah  deskriptif analitik.  Hasil penelitan menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 88/PUU-XIV/2016 sangat efektif untuk menjadi jalan tengah dan landasan  bagi sistem yang diterapkan di Yogyakarta yaitu mengenai sistem dari pemerintah  pusat berupa Undang-Undang Keitimewaan dan sistem di dalam internal keraton  terkhusus untuk suksesi kepemimpinan harus menemui titik tengah dan  kesinambungan antara keduanya, meskipun masalah suksesi kepemimpinan  internal keraton adalah hak dari Sultan yang bertahta, maka dengan dikhayatinya  keistimewaan yang diberikan kepada Yogyakarta sebagai model dari desentralisai  asimetris dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016 tentang  penghapusan frasa istri dan anak dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m serta gambaran  mengenai pemimpin perempuan dalam rentang sejarah akan sangat efektif untuk  menunjukan keistimewaan serta membuka wacana kepemimpinan perempuan  sebagai momok yang seharusnya tidak menjadi hal yang tabu lagi di Yogyakarta
%Z Dr. Hj. Siti Fatimah, S.H., M.Hum.,