%0 Thesis %9 Skripsi %A NURMUSTIKA HANIFIHARTI, NIM. 14370059 %B Fakultas Syari'ah dan Hukum %D 2018 %F digilib:34122 %I UIN Sunan Kalijaga %K Putusan Mahkamah konstitusi, Siyasah Syar’iyah, Siyasah Dusturiyah. %P 343 %T PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 16/PUU-XVI/2018 TENTANG PEMBATALAN PASAL 122 HURUF (L) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34122/ %X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga yang para anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum (pemilu) berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Lembaga ini juga diciptakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat luas akan sebuah lembaga dengan fungsi strategis pokok, yakni, menyalurkan dan mencari penyelesaian atas persoalan-persoalan politik dan kenegaraan yang melibatkan sebagian besar masyarakat. DPR berwenang membuat undang-undang bersama dengan Presiden, tujuannya adalah agar seluruh aspirasi rakyat dapat tersalurkan dalam pembuatannya. Pada tanggal 12 februari 2018 DPR mengesahkan perubahan kedua atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dalam rapat paripurna DPR. Akan tetapi setelah tidak lama dari hari pengesahannya, UU MD3 tersebut langsung dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk uji materikan (judicial review) karena terdapat beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, salah satunya yaitu pasal 122 huruf l. Sebagaimana halnya, Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dan putusannya bersifat final. Dalam Putusan MK sendiri mengeluarkan putusan yang memutuskan membatalkan pasal 122 huruf l UU MD3 tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Sifat penelitian ini deskriptif analitis dan sumber bahan hukum yang digunakan ialah data sekunder dengan bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Putusan Mahkamah konstitusi No. 16/PUU-XVI/2018 sesuai dan tidak bertentangan dengan siyasah syar’iyah, karena kandungan dari Pasal 122 huruf l UU MD3 lebih banyak menuju kearah hal yang dapat menimbulkan kemudaratannya daripada kemaslahatannya, jadi Pasal tersebut tidak sesuai dengan ajaran siyasah syar’iyah yang menerapkan bahwa tujuan aturan hukum itu dibuat adalah demi kemaslahatan manusia dan menolak kemudaratan. Dalam proses judicial review, siyasah dusturiyah tidak memiliki aturan demikian. Karena pada masa itu tidak memerlukan suatu lembaga yudikatif seperti halnya Mahkamah Konstitusi. Bahwa dalam pandangan siyasah dusturiyah mengenai Putusan Mahkamah konstitusi No. 16/PUU-XVI/2018 sudah sesuai. Karena dalam islam sendiri sangat menjunjung tinggi kemerdekaan dalam mengeluarkan pendapat dan selalu menyamaratakan kedudukan semua orang di mata hukum. Kata kunci: Putusan Mahkamah konstitusi, Siyasah Syar’iyah, Siyasah Dusturiyah. %Z Dr. H. M. NUR, S.A.g, M.Ag.