%A NINA ROSELIYA - NIM. 05360002 %O Cth. Pembimbing : Agus Moh Najib, S.Ag., M.Ag., Bapak Mansur, S.Ag., M.Ag. %T HUKUMAN ZINA MENURUT SAYYID SABIQ DAN T.M. HASBI ASH-SHIDDIEQY %X ABSTRAK Zina atau perzinaan adalah hubungan kelamin di luar nikah. Islam telah menentukkan cara penyaluran nafsu syahwat secara baik melalui lembaga perkawinan. Oleh karenanya penyaluran nafsu syahwat di luar perkawinan tidak sesuai dengan cara yang ditentukkan oleh Islam dan oleh karena itu, perzinaan dilarang secara tegas dan keras oleh Islam. Dalam memecahkan masalah yang terdapat dalam tulisan ini penyusun pendekatan Usul Fiqh yaitu metode Ta'arud 'al-Adillah. Dengan begitu dapat diketahui dalil-dalil yang digunakan kedua tokoh tersebut. Yang dimaksud Ta'arud 'al-Adillah ialah mencari dalil-dalil yang didapati oleh seorang mujtahid yang berusaha mendapatkan hukum suatu masalah satu dengan lainnya bertentangan. Sayyid Sabiq dan T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy pasti mendasarkan pendapatnya kepada al-Qur'an dan al-Hadis yang merupakan sumber legitimasi dalam Islam yang sama sekali tidak dapat diabaikan. Meskipun kedua tokoh ini mendasarkan pendapatnya dengan al-Qur'an dan al-Hadis, akan tetapi tetap saja terdapat perbedaan yang berarti, namun perbedaan yang berarti ini dalam menetapkan hukuman zina terhadap pezina muhsan. Berangkat dari persoalan zina, menurut Sayyid Sabiq seseorang yang disebut pezina muhsan adalah jika ia melakukan zina setelah hubungan seksual secara halal. Jadi statusnya mungkin dalam keadaan bersuami/beristri atau janda/duda. Hukuman atas pezina muhsan ini menurut mayoritas ulama adalah di rajam (dilempar dengan batu sampai mati) dan pezina ghairu muh}s}an adalah orang yang melakukan zina tetapi belum pernah melakukan hubungan seksual secara halal sebelumnya. Pezina ini adalah jejaka atau perawan. Hukumannya dicambuk seratus kali. Sedangkan menurut T.M. Hasbi Ash-Shddieqy hukuman bagi pezina muhsan dan ghairu muhsan adalah sama yaitu cambuk. Menurutnya hukum rajam adalah salah satu persoalan hukum yang penerapannya kontekstual. Hal ini dengan mudah dibuktikan dari bebagai pendapat yang berkembang sekitar hukum rajam. Ada yang berpendapat bahwa hukum rajam adalah sesuatu yang berasal dari peninggalan pra-Islam dan masih dalam kategori zanni. Oleh karenanya Hasbi dalam menafsirkan Surat an-Nur ayat (2), bahwa hukum rajam bagi pelaku zina yang telah menikah secara eksplisit tidak relevan lagi dan di ganti dengan hukuman yang baru. %K hukuman zina, Sayyid Sabiq dan T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy %D 2010 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %L digilib3433