%0 Journal Article %@ 0215-207X %A Maftuhin, Arif %D 2016 %F digilib:34423 %I PT. Kompas Media Nusantara %J Kompas %K Hari Pendidikan Inklusif %T Menanti Hari Pendidikan Inklusif %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34423/ %X Sampai kisah itu diceritakan kepada saya, beberapa waktu lalu, yayasan bersikukuh mendidik tunanetra semata-mata demi rasa kemanusiaan. Mereka lega sekali ketika diyakinkan bahwa bercampurnya siswa tunanetra di sekolah justru sesuai Pasal 24 Convention on the Rights of People with Disability yang telah diratifikasi dalam UU No 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas. Sikap menolak siswa difabel itu dipengaruhi pandangan lama tentang disabilitas. Dulu, orang melihat sumber masalah disabilitas pada diri si difabel. Misalnya, seorang tunanetra tidak dapat membaca buku karena ia tidak dapat melihat; bukan karena faktanya ia tak diberi buku Braille. Dalam hal pendidikan, implikasi pandangan yang melihat difabel sebagai sumber masalah melahirkan pendekatan eksklusif- rehabilitatif dalam bentuk penyelenggaraan SLB. Para tunanetra dikumpulkan satu kelas dengan untuk belajar apa-apa yang dianggap "normal” dipelajari tunanetra. Tunarungu berkumpul dengan tunarungu untuk mempelajari apa yang dianggap "normal” dipelajari tunarungu. Karena mereka "cacat”, tugas lembaga pendidikan adalah merehabilitasi mereka.