%0 Thesis %9 Skripsi %A MEGI SAPUTRA, NIM. 15350023 %B FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM %D 2019 %F digilib:34593 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K Penghulu wanita, pendapat penghulu KUA Kota Yogyakarta %P 105 %T PANDANGAN PENGHULU KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KOTA YOGYAKARTA TENTANG PENGHULU WANITA %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34593/ %X Penghulu sebagai sebuah profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tentu erat kaitannya dengan kesetaraan antara laki-laki dan wanita. Meningkatnya kesadaran akan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan diruang publik dalam segala sektornya, termasuk dalam hal menjadi seorang penghulu, menuntut harus adanya aturan yang pasti mengenai hal ini. karena jika melihat tugas pokok seorang penghulu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak disebutkan secara spesifik apakah jabatan penghulu harus diserahkan kepada laki-laki saja. Adanya penghulu wanita di Palestina yakni Tahrir Hammad, yang ditunjuk sebagai penghulu pernikahan berkualitas yang diakui secara sah oleh Negara Pelestina. Hal ini menunjukkan bahwa jabatan penghulu tidak hanya bisa dijabat oleh seorang laki-laki namun juga wanita. Tentunya di Indonesia sebagai negara demokrasi tentu sangat dimugkinkan itu terjadi. Penelitian ini penyusun lakukan secara field research, dengan mengali pendapat para penghulu Kota Yogyakarta terhadap penghulu wanita. Sebagai pelaksana tugas kepenghuluan, yang tentunya memahami hukum Islam dan hukum Positif yang berlaku serta kondisi real ditengah-tengah masyarakat (bersifat eksploratif). mengunakan metode pendekatan Sosiologi hukum, sumber data terdiri dari data Primer wawancara dengan 10 orang narasumber serta data skunder berupa literatur tulisan atau karya ilmiah yang mendukung. Hasil dari penelitian ini bahwa penghulu KUA Kota Yogayakarta secara pribadi didalam berargumentasi terkait penghulu wanita, dibangun atas dasar normatif hukum Islam dan mazhab yang diikutinya. Sudut pandang normatif dalam argumentasi penghulu sebagian besar tidak menyetujui seorang wanita menjadi penghulu, jika dikaitkan dengan tugasnya yang akan menjadi wali hakim melainkan hanya sedikit saja. Bahkan ada diantara mereka yang berpendapat wanita tidak dapat menjadi penghulu selamanya karena tidak ada celah baik secara hukum Islam maupun secara hukum positif, namun itu adalah argumentasi secara pribadi. Secara kelembagaan, karena merupakan wakil dari pemerintah dalam melaksanakan tugas kepenghuluan, maka dalam hal ini para penghulu mengikuti peraturan yang berlaku. Secara garis besar bahwa pendapat penghulu KUA kota Yogyakarta tentang penghulu wanita terbagi menjadi tiga yakni, pendapat yang membolehkan wanita menjadi penghulu, pendapat yang membolehkan dengan syarat dan pendapat yang tidak membolehkan wanita menjadi penghulu. %Z Dr. AHMAD BUNYAN WAHIB, MA., MA.g.