relation: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34594/ title: TEORI ANTISINONIMITAS DALAM TAFSIR BINTU AL-SYATI’ (STUDI KASUS KATA NISA’ DALAM AL-TAFSIR AL-BAYANI) creator: DWI ELOK FARDAH, NIM. 14531005 subject: Ilmu Alqur’an dan Tafsir description: Nuruddin al-Munajjad dalam kitab karangannya al-Taraduf fi al-Qur’an al-Karim (Bayna al-Nazriyah wa al-Tatbiq) memasukkan Bintu Syati’ dalam kelompok inkar al-taraduf, atau golongan yang sama sekali menolak dan tidak mentolerir adanya taraduf, baik dalam al-Qur’an atau bahasa Arab secara umum. Tulisan ini mencoba melihat bagaimana Bintu al-Syati’ mengaplikasikan teori anti sinonimitasnya terhadap kata-kata yang berkonotasi ‘perempuan’, seperti kata nisa’, imra’ah dan unsa dalam kitab al-Tafsir al-Bayani li al- Qur’an al-Karim, sebagai kitab primer dalam penelitian ini. Namun, selain menggunakan kitab tersebut, penulis juga sedikit banyak merujuk kepada kitab karangannya yang lain, seperti kitab Nisa’ al-Naby, dan al-I’jaz al-Bayani untuk membantu penulis melihat konsistensi Bintu al-Syati’ dalam mengaplikasikan teorinya. Selanjutnya, penelian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis dan pendekatan linguistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, dalam al-Tafsir al-Bayani yang terdiri dari 14 surat pendek, hanya satu surah yang mencantumkan salah satu kata yang berkonotasi ‘perempuan’ yaitu kata unsa dalam surat al-Lail. Sedangkan, kata nisa’, imra’ah dan unsa lebih banyak ditemukan dalam tafsir yang dijabarkan. Imra’ah digunakan ketika menjelaskan perempuan secara spesifik, contohnya (1) imra’ah yang disandarkan kepada seseorang, yaitu pada al-‘Aziz dan yang disandarkan kepada Abu Lahab, (2) imra’ah yang menunjukkan kepada ibu dari Nabi Muhammad (imra’atu Quraisy/Aminah), (3) imra’ah yang dipakai untuk mengungkapkan dua orang saksi perempuan, dan (4) imra’ah yang disifati dengan sifat asqal atau yang terbebani (mengandung). Sedangkan kata nisa’ disebutkan tiga kali dalam penafsiran, yaitu (1) ketika menyinggung persoalan ajrun sebagai muhur al-Nisa’ dalam surah al-Qalam, dan (2) ketika menjelaskan mengenai hak waris dalam surah al-Fajr. Lain hal nya dengan kata unsa yang ditemukan dalam penafsirannya terhadap QS. al-Lail. Kata ini cenderung dipakai untuk menjelaskan perempuan secara biologis atau sifat keperempuanan itu sendiri. Dengan demikian, secara umum dapat dilihat bahwa, (1) kata imra’ah lebih merujuk kepada perempuan secara fisik (konkret) dan spesifik, (2) kata nisa’ lebih cenderung digunakan untuk menunjukkan perempuan secara umum dan terkesan abstrak, dan (3) kata unsa digunakan sebagai antonim kata zakar yang menunjukkan sifat perempuan secara biologis. Hal tersebut kemudian juga dipertegas dalam karangannya yang lain seperti Nisa’ al-Naby dan al-I’jaz al-Bayan. date: 2018-08-24 type: Thesis type: NonPeerReviewed format: text language: id identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34594/1/14531005_BAB%20I_BAB%20V_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf format: text language: id identifier: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34594/2/14531005_BAB%20II_BAB%20III_BAB%20IV.pdf identifier: DWI ELOK FARDAH, NIM. 14531005 (2018) TEORI ANTISINONIMITAS DALAM TAFSIR BINTU AL-SYATI’ (STUDI KASUS KATA NISA’ DALAM AL-TAFSIR AL-BAYANI). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.