%0 Thesis %9 Skripsi %A Muhammad Faizin, NIM. 12530116 %B FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM %D 2019 %F digilib:34716 %I UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %K al-tafsir al-sufi al-nazari, filsafat, mistik %P 134 %T KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR DALAM QS. AL-KAHFI: 60-82 PERSPEKTIF KITAB TAFSIr al-s}u>fi al-naz}ari> dan al-tafsi>r al-s}u>fi al-isya>ri>. Adapun yang pertama adalah tafsir yang dibangun untuk memperkuat dan mempromosikan teori-teori filsafat dan mistik yang dianut oleh mufasir. Sedangkan yang kedua adalah pentakwilan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus yang diterima para tokoh sufisme namun di antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan. Adapun kaitannya dengan tafsir sufi ini, penulis akan meneliti kisah Nabi Musa dan Khidir dalam perspektif kitab Tafsi>r Ibn ‘Arabi> yang oleh al-Z#ahabi kitab tersebut dikategorisasikan sebagai gabungan antara tafsir s}u>fi naz}ari> dan isya>ri>. Penulis tertarik mengangkat tema ini untuk dijadikan objek penelitian karena: Pertama, ayat-ayat yang menceritakan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir ini banyak sekali memuat pesan-pesan yang bersifat esoterik. Kedua, untuk mengetahui nalar sufsitik dibalik penafsiran ayat-ayat yang bercerita tentang perjalanan Nabi Musa dan Nabi Khidir, sehingga hal ini dapat memverifikasi atas justifikasi al-Z#ahabi terhadap Tafsi>r Ibn ‘Arabi> yang mengatakan bahwa penafsiran dalam Tafsi>r Ibn ‘Arabi> ini kolaborasi antara tafsi>r s}u>fi naz}ari> dan isya>ri>. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa penafsiran terhadap kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir bersifat simbolis. Artinya, penafsiran ini tidak mengungkapkan fakta kisahnya, tetapi kisah tersebut dimaknai sebagai sebuah perlambang atau kiasan terhadap kisah ruhaniah seseorang untuk menuju Maqa>m kama>l. Perlu diketahui bahwa Maqa>m kama>l merupakan istilah sufistiknya Ibnu „Arabi untuk menggambarkan fase ruhaniah seseorang yang telah mampu merealisasikan atau men-tah}qi>q wujud Tuhan sehingga pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan. Orang yang telah mencapai maqa>m ini dinamakan dengan al-insa>n al-ka>mil (manusia sempurna). Kemudian, secara epistemologis penafsiran terhadap kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir ini masuk dalam kategori tafsir sufi naz}ari>. Artinya bangunan epistemologi dari tafsir ini didasarkan atas pilar utama yaitu filsafat. Dengan kata lain penafsiranya tersebut bertumpu pada nalar filosofis, yakni nalar yang mengakumulasi teori-teori filsafat yang pada gilirannya melahirkan himpunan aturan-aturan dan hukum-hukum berpikir yang ditentukan dan dipaksakan (secara tidak sadar) sebagai sebuah episteme (sistem pengetahuan atau niz}a>m ma’rifi>). Dari episteme ini kemudian lahirlah corak penafsiran yang bernuansa filosofis sebagaimana yang penulis temukan dalam penafsiran kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir ini. Jadi, beranjak dari basis epistemologis inilah yang pada akhirnya memunculkan sebuah penafsiran yang yang bersifat arbitrer atau ijtiha>di> dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir ini. Dalam artian, penafsir dalam hal ini tidak menghiraukan makna zahir yang terdapat dalam teks ayatnya atau setidaknya mencoba untuk memadukan (al-tat}bi>q) di antara makna batin dan makna zahirnya. Namun, kendati demikian penafsir tetap meyakini makna zahirnya karena hal tersebut merupakan sebuah kemukjizatan, hanya saja penafsir dalam hal ini ingin menunjukkan dimensi lain dalam dunia penafsiran yang tidak hanya terbatas pada sisi eksoteriknya tetapi ada juga dimensi lain yang bersifat esoterik. %Z Drs. Muhammad Mansur M.Ag,